Ketidakpastian Pasar Bayangi Industri Kelapa Sawit Indonesia

Industri kelapa sawit Indonesia juga terkena imbas pandemi virus corona atau covid-19 dan kampanye negatif. Foto: TROPIS.CO/Jos
Industri kelapa sawit Indonesia juga terkena imbas pandemi virus corona atau covid-19 dan kampanye negatif. Foto: TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, JAKARTA – Memasuki awal tahun 2020, harga crude palm oil (CPO) meningkat menjadi rata-rata US$830/ ton Cif Rotterdam (Januari) dibandingkan harga rata-rata pada Desember 2019 yaitu US$787/ton.

Harga yang baik ini diharapkan akan menjadi penyemangat bagi pekebun dan perusahaan perkebunan untuk memelihara kebun dengan lebih baik agar mendapatkan produktivitas yang tertinggi.

Produksi CPO pada bulan Januari 2020 sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dengan produksi bulan Desember 2019 yaitu 3,48 juta ton dibanding dengan 3,45 juta ton.

Konsumsi domestik juga sedikit naik dari 1,45 juta ton menjadi 1,47 juta ton (+1,8 persen) sementara ekspor turun cukup banyak yaitu dari 3,72 juta ton menjadi hanya 2,39 juta ton (-35,6 persen).

Penurunan ekspor terjadi pada CPO, PKO (palm kernel oil), biodiesel, sementara oleokimia naik dengan 22,9 persen.

Penurunan ekspor terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke Tiongkok turun 381 ribu ton (-57 persen), ke Uni Eropa turun 188 ribu ton (-30 persen), ke India turun 141 ribu ton (-22 persen), ke Amerika Serikat turun 129 ribu ton (-64 persen), dan ke Bangladesh naik dengan 40 ribu ton (+52 persen).

Baca juga: Kementan Pastikan Produksi Pertanian Berjalan di Tengah Pandemi Covid-19

“Penurunan ekspor yang cukup drastis dalam bulan Januari kemungkinan karena masih tersedianya stok di negara-negara importir utama, atau importir menunggu respon pasar terhadap program B30 yang diterapkan Indonesia.”

“Situasi politik ekonomi dunia akhir-akhir ini dan harga minyak bumi yang tidak menentu karena ketidaksepakatan antara OPEC dengan Rusia serta terjadinya pandemik corona yang melanda hampir di seluruh dunia sehingga menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor,” tutur Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (26/3/2020).

Terkait dengan pandemi corona, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengkhawatirkan bahwa cekaman covid-19 di dalam negeri akan berlangsung sampai Lebaran, sementara banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik corona akan terjadi pada sekitar bulan Mei sampai Juni.

Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit.

Beberapa bulan lagi kita akan masuk ke musim kemarau 2020 dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi momok yang menakutkan.

Pembukaan lahan dengan sistem bakar oleh masyarakat harus dapat dihindari, meskipun peraturan perundangan masih memungkinkan untuk pembukaan lahan di bawah 2 hektare.

Baca juga: Gapki Beri Bantuan Perlengkapan Tenaga Medis untuk Cegah Penyebaran Virus Corona 

Perusahaan perkebunan perlu memperkuat kembali koordinasi dengan instansi terkait dan memeriksa kesiapan sarana dan prasarana pencegahan kebakaran yang dimilki.

Upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit dalam membangun Masyarakat Peduli Api, Desa Peduli Api dan sejenisnya perlu terus dikembangkan dengan melibatkan lebih banyak lembaga masyarakat formal dan nonformal.

Dengan koordinasi yang baik dan keterlibatan lebih banyak masyarakat diharapkan insiden karhutla tahun 2020 akan dapat ditekan bahkan dihindari. (*)