Kemitraan dengan Masyarakat Memperkuat Proses Menjaga dan Memelihara Kawasan Konservasi

Sarasehan Kepala UPT Direktorat Jenderal KSDAE KLHK dalam rangkaian acara Peringatan Puncak Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) di TWA Batu Putih, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Foto : Kementerian LHK
Sarasehan Kepala UPT Direktorat Jenderal KSDAE KLHK dalam rangkaian acara Peringatan Puncak Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) di TWA Batu Putih, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Foto : Kementerian LHK

TROPIS.CO, BITUNG – Dengan potensi kawasan konservasi seluas 27,14 juta hektare, pengelolaan tingkat tapak dengan model kemitraan masyarakat akan semakin memperkuat proses menjaga dan memelihara keberadaan kawasan konservasi yang selama ini sudah berjalan.

Oleh sebab itu, membangun kemitraan dengan masyarakat merupakan salah satu model pengelolaan yang didorong untuk lebih dikedepankan para Kepala Balai Besar/Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Kepala Balai Besar/ Balai Taman Nasional di seluruh Indonesia dalam kerjanya.

Hal ini terungkap dalam Sarasehan Kepala UPT Direktorat Jenderal KSDAE KLHK dalam rangkaian acara Peringatan Puncak Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) di TWA Batu Putih, Kota Bitung, Sulawesi Utara, Rabu (29/8/2018).

Keberadaan masyarakat yang tinggal di sekitar atau di dalam kawasan konservasi harus dipandang sebagai mitra strategis dalam menjaga sumber daya alam, yaitu dengan pola pemanfaatan yang bertanggung jawab.

Pemerintah selaku pemegang yuridiksi pengelolaan kawasan harus lebih banyak turun ke lapangan bertemu dan mendengarkan aspirasi masyarakat agar pengelolaan kawasan lebih baik.

“Kepala Balai Besar/ Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Kepala Balai Besar/ Balai Taman Nasional jangan pelit dalam memberikan nomor handphone-nya.”

“Harus dibagikan setiap diadakannya forum-forum dengan masyarakat atau forum-forum lainnya,” tegas Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).

Wiratno juga menjelaskan bahwa pemerintah harus hadir di tengah masyarakat, dalam kaitan konservasi, maka dalam bekerja para Kepala Balai Besar/Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Kepala Balai Besar/Balai Taman Nasional harus turun langsung dan berusaha memahami persoalan hingga bisa menguasai lapangan.

Hal ini akan membantu mengetahui peta permainan para pihak, siapa mengendalikan apa. Imbasnya kebijakan-kebijakan yang diambil akan lebih baik karena didasarkan atas pemahaman yang baik atas kondisi lapangan.

Lebih lanjut Wiratno juga menjelaskan bahwa selama ini banyak kesalahpahaman yang terjadi terkait dengan kemitraan.

Selama ini para Kepala Balai Besar/Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Kepala Balai Besar/Balai Taman Nasional hanya berpandangan kemitraan itu cukup hanya dengan LSM, padahal seharusnya kemitraan itu diperluas dengan kelompok-kelompok masyarakat, serta juga dengan swasta, peneliti, maupun education center.

Sementara itu Wahjudi Wardojo, Penasihat Senior Menteri LHK menambahkan bahwa di masa depan biodiversitas akan menjadi tumpuan.

Pada tahun 2050 diprediksi dunia akan mengalami kelangkaan di bidang energi, pangan, air dan bahan baku obat-obatan.

Semua itu hanya akan tersedia dari biodiversitas yang ada di hutan dan laut di wilayah tropika.

“Our future depend on us, dan itu semua ada pada biodiversitas, Indonesia itu superpower dalam biodiversitas terutama terestrial dan marine,” ujar Wahyudi.

Wahjudi juga menekankan pentingnya membangun kemitraan dengan masyarakat demi kelestarian sumber daya alam karena jumlah sumber daya manusia yang bekerja mengelola kawasan konservasi sangatlah terbatas dibandingkan luasannya.

“Berapa orang yg bekerja di kawasan konservasi dibandingkan dengan luas kawasannya. We are doing impossible things.”

“Maka model kemitraan inilah yang harus didorong untuk membantu mengelola kawasan konservasi kita,” ujarnya.

Dalam membangun kemitraan masyarakat Wahjudi menyebutkan kuncinya adalah menggunakan prinsip 3M, yaitu: Mutual respect, Mutual trust, dan Mutual benefit.

Dengan prinsip 3M tersebut, masyarakat akan merasa dihargai, sehingga akan terbangun kepercayaan kepada pemerintah yang selanjutnya akan berguna sebagai bingkai dalam kerja bersama antara pemerintah dan masyarakat guna mencapai target keuntungan yang disepakati bersama.

Lantas Tachrir Fathoni selaku penasihat senior Bijak USAID menyatakan bahwa kebijakan kita dulu dalam melindungi kawasan hutan dengan menetapkannya sebagai kawasan-kawasan hutan konservasi adalah langkah yang benar, karena saat ini terbukti bahwa hutan yang masih hijau adalah hanya di kantong-kantong hutan konservasi.

Namun Tachrir juga menyatakan bahwa kita saat ini kedodoran dalam mengelolanya jika tidak melibatkan multipihak, karena itu kita butuh kemitraan kehutanan agar pengelolaan hutan konservasi tidak kedodoran.

Kemitraan di kawasan konservasi urainya adalah kemitraan yang berfokus pada masyarakat pedesaan bukan fokus pada pihak swasta besar.

Selanjutnya dalam pandangan LSM, Arnold Sitompul selaku Direktur Konservasi World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia sangat setuju dengan prinsip membangun kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat/LSM dengan prinsip 3M.

Dia menuturkan bahwa benefit yang diharapkan bersama adalah terwujudnya kelestarian SDA.

Namun demikian Mutual trust yang terjadi selama ini selalu dalam kondisi naik turun jelasnya.

Tanpa trust, kemitraan ini tidak akan bisa jalan. Pihak LSM berharap pemerintah dapat memberikan trust yang lebih tinggi kepada LSM.

“Kami dari LSM menjamin tidak akan mempermalukan negara ini di luar negri dalam hal pengelolaan SDA,” tegasnya.

Kemudian dari Rare Animal Relief Effort (RARE), Hari Kushardanto, menjelaskan bahwa sesuai teori sosial membangun kemitraan tidak pernah lepas dari unsur partisipasi.

Partisipasi ada tingkatannya yang digambarkan sebagai tangga partisipasi.

“Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memulainya adalah dengan melihat persoalan dari kacamata masyarakat, jadi kita semua berada pada tahap yang sama dengan masyarakat.”

“Lalu kita ajak masyarakat membuat perencanaan bersama. Sehingga bila ada pelanggaran yang terjadi karena ada yang tidak sesuai perencanaan bersama, maka koreksinya akan mudah dan masyarakat pun akan mudah menerima,” ujar Hari.

Dia juga memaparkan bahwa dalam kemitraan konservasi ada dua kendali yang harus secara sukarela diberikan kepada masyarakat yaitu kendali tanggung jawab dan kendali ijin pengelolaan kawasan.

Tanpa pemberian dua kendali itu kemitraan masyarakat pada level tertinggi yaitu Mutual benefit tidak akan terwujud.

KLHK akan selalu berusaha menerapkan metode terbaik dalam mengelola kawasan konservasi agar terjaga kelestariannya.

Karena hutan konservasi yang terpelihara dengan baik akan bermanfaat bagi generasi saat ini maupun generasi mendatang. (*)