Kementan Revisi Permentan Soal Susu Sebagai Dampak dari Keputusan WTO

Revisi regulasi tentang penyediaan dan pembelian susu merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO. Foto : Hello Sehat
Revisi regulasi tentang penyediaan dan pembelian susu merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO. Foto : Hello Sehat

TROPIS.CO, JAKARTA – Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menjelaskan perubahan dalam regulasi terbaru tentang penyediaan susu merupakan konsekuensi dari keputusan Badan Penyelesaian Sengketa (DBS) World Trade Organization (WTO).

“Jika kita berani menjadi anggota WTO, risikonya adalah kita harus mampu menyinergikan aturan-aturan atau regulasi kita terhadap aturan yang ada di WTO. Setelah kita sinergikan, bukan berarti kita harus habis akal,” kata Ketut di Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Ketut menjelaskan perubahan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang penyediaan dan pembelian susu merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO.

Karena itu, beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan hortikultura dan peternakan harus direvisi.

Dalam Permentan Nomor 30/2018, prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi.

Perubahan ini dilakukan karena ada keberatan dari AS dan ancaman akan menghilangkan program GSP terhadap komoditas ekspor Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor produk Indonesia ke AS.

Apalagi kondisi saat ini, dikatakan Ketut, dinamika global yang terus menggerus nilai rupiah.

Dampaknya, pasokan bahan baku (susu) impor dirasakan semakin mahal.

Substitusi bahan baku (susu) dalam negeri, menjadi sangat dibutuhkan agar produk olahan susunya tetap mampu bersaing, baik di pasar domestik maupun pasar ASEAN dan Asia.

Meski Permentan 26 tahun 2017 sudah direvisi, regulasi ini telah mendorong semua pihak bahwa kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan peternak pada prinsipnya sangat diperlukan.

“Dengan perubahan Permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningktan populasi dan produksi susu segar dalam negeri,” ungkap Ketut.

Sejak Permentan 26/2017 diberlakukan, proposal kemitraan yang masuk hingga 6 Agustus 2018 sebanyak 99 proposal dari 118 perusahaan, terdiri dari 30 Industri Pengolahan Susu (IPS) dan 88 perusahaan importir dengan nilai investasi Rp751,7 miliar. (*)