Kelompok Tani Potorono Terapkan Mekanisasi Pertanian

Alat mesin memanen padi itu sudah banyak dioperasionalkan para petani. Foto : mediaindonesia.com
Alat mesin memanen padi itu sudah banyak dioperasionalkan para petani. Foto : mediaindonesia.com

TROPIS.CO, BANTUL – Kelompok Tani Sedyo Rukun di Dusun Salakan, Desa Potorono, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerapkan mekanisasi atau penggunaan alat mesin pertanian dengan teknologi dalam budi daya tanaman pangan khususnya padi.

“Di sini sudah ada combine harverster (mesin panen padi), yang ukurannya 1,2 meter, sudah hampir satu tahun ini digunakan. Selama ini tidak ada kesulitan,” kata pengurus Kelompok Tani (Poktan) Sedyo Rukun Desa Potorono Bantul, Sulistyono, di Bantul, Yogyakarta, Senin (3/12/2018).

Menurutnya, penerapan mekanisasi pertanian di kelompoknya itu awalnya difasilitasi pemerintah melalui Kelompok Kerja (Pokja) penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) Desa Potorono, yang kemudian secara bertahap dioptimalisasi para petani.

Ia mengatakan, saat ini alat mesin memanen padi itu sudah dioperasionalkan petani secara bergiliran di bulak setempat, meski diakui masih ada sebagian petani yang masih memanen dengan tenaga manusia.

Total lahan pertanian di Poktan Sedyo Rukun seluas 18 hektare.

“Kalau operasional tidak kesulitan, hanya teknisnya kalau tempatnya berair dan jeblok kalau pas memutar itu susah, kalau untuk lurus tidak masalah.”

“Kemudian kendalanya kalau ada tanaman roboh,” ujar Sulistyono seperti dikutip Antara.

Dia menyatakan, dengan pemanfaatan alsintan tersebut selain bisa meningkatkan produktivitas panen, juga biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam budidaya tanaman pertanian padi lebih efisien ketimbang menggunakan tenaga manusia.

“Dengan adanya mesin itu untuk panen di lahan seluas 5000 meter persegi bisa dikerjakan dalam satu hari, sementara kalau manual bisa lebih, itu pun dikerjakan oleh empat sampai lima orang. Dari segi biaya lebih efisien dan waktu lebih efektif,” ungkap Sulistyono.

Namun, menurutnya, penggunaan mesin pemanen padi itu bisa minimal untuk lahan seluas 2000 meter persegi sekali pakai, karena berkaitan dengan biaya operasional, sehingga kalau dibawah 2000 meter justru rugi operasional, sementara kalau di atas 2000 meter lebih untung.

“Pakai combine itu sekali keluar (operasional) harus di atas 2.000 meter persegi, kalau 5.000 meter persegi untung lagi, sehingga biasanya barengan kalau mau pakai combine. Misalnya di beberapa bulak lahan bersebelahan,” ucap Sulistyono.

Oleh sebab itu, dia berpandangan bahwa penerapan mekanisasi pertanian tersebut juga dibarengi dengan penerapan pola tanam serempak atau bersamaan di kelompok tani, sehingga waktu panen bisa bareng, begitu juga ketika mulai tanam waktunya bareng.

“Saat ini poktan masing-masing juga sudah mempunyai traktor (alat untuk mengolah sawah) sehingga sudah tidak ada masalah,” tutur Sulistyono. (*)