Kamuflase Informasi Deforestasi Indonesia

Membentuk Opini

Opini yang terbentuk dari contoh kasus ini membuat seolah-olah Indonesia gagal menjaga kekayaan sumber daya alamnya secara berkelanjutan. Padahal faktanya, informasi ini jelas tidak tepat karena Indonesia berhasil menurunkan angka deforestasi secara terukur.

Penggiringan opini dengan kamuflase informasi akan menjadikan publik kita minder, tidak percaya dengan kemampuan negara sendiri, dan lebih bangga merujuk pada kemampuan negara lain.

Sajian data yang dikamuflasekan juga menjadi ancaman pada pembentukan opini dan pengambilan kebijakan yang tidak tepat oleh para pihak. Publik seakan dimanjakan dengan data-data riset asing yang menggunakan metodologi dan definisi yang berbeda dengan kondisi di Tanah Air.

Padahal untuk sumber data kehutanan, Indonesia sebenarnya jauh lebih hebat. Untuk menghitung luasan deforestasi Indonesia, metodologi penghitungan telah dipublikasikan kepada publik internasional melalui dokumen resmi negara berjudul ‘National Forest Reference Emission Level (FREL)’ yang resmi dikeluarkan pada 18 September 2015.

Dokumen tersebut telah diterima serta disetujui oleh UNFCCC melalui proses verifikasi internasional pada November 2016. Hal ini menggambarkan bahwa metode dan data Indonesia sudah diterima (well-recognized) di dunia internasional.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mempunyai sistem Pemantauan Hutan sendiri yang independen dan diakui di dunia internasional yaitu National Forest Monitoring System/NFMS SIMONTANA), dan dipakai dalam pelaporan-pelaporan ke dunia Internasional, seperti laporan ke FAO, UNFCCC (termasuk FREL), dan UNFF.