Industri Sawit Pangkas Kemiskinan dari Sabang sampai Merauke

Peranan Kebun Sawit

Setelah era bisnis HPH (Hak Pengusahaan Hutan) berakhir, muncul kota mati atau kota hantu karena ekonomi tidak bergerak.

Imbasnya, masyarakat setempat menjadi miskin.

“Di sinilah, peranan kebun sawit rakyat yang merestorasi lahan eks HPH menjadi daerah produktif dan lestari secara lingkungan.”

“Selain itu, perekonomian mulai bergerak dengan hadirnya perkebunan sawit,” jelas Tungkot.

Dari aspek ekonomi, terjadi nilai transaksi antara masyarakat kebun sawit dengan ekonomi di pedesaan dan perkotaan.

Nilai transaksi masyarakat kebun sawit dengan masyarakat perkotaan sebesar Rp202,1 triliun setahun dan masyarakat kebun saiwt dengan ekonomi pedesaaan sebesar Rp59,8 triliun per tahun.

Pertumbuhan perkebunan sawit di setiap daerah berkontribusi menurunkan kemiskinan.

Kondisi serupa dialami oleh Malaysia, Thailand, Papua Nugini.

“Jadi, di mana ada perkebunan sawit di situ kemiskinan turun karena ada tenaga kerja yang masuk ke sana. Tumbuh pusat pusat pertumbuhan ekonomi baru,” papar Tungkot.

Begitupula di luar negeri, ada kesempatan kerja yang tercipta di industri hilir negara importir sawit.

Penciptaan lapangan kerja mencapai 2,73 juta orang di negara tujuan sawit.

Dari sisi income generating sebesar Rp 38 triliun untuk program hilirisasi minyak sawit di negara importir.

“Kita (Indonesia) negara eksportir mampu meningkatkan kinerja sawit.”

“Begitupula di negara importir kesempatan kerja meningkat.”

“Itu terjadi di India meningkat, Tiongkok, dan Uni Eropa,” ujarnya.

“Sebenarnya UE (Uni Eropa) pura-pura saja menolak sawit, sebab jika mereka tetap begitu hilang kesempatan kerja di sana, dan pendapatan turun,” papar Tungkot

Baca juga: Fitonutrien Sawit Berpeluang Menjadi Tambang Ekonomi Indonesia