Indonesia Tuntut Standardisasi Keberlanjutan pada Minyak Nabati Non Sawit

Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menyatakan, sawit telah berkontribusi terhadap penurunan karbondioksida (CO2), sedangkan rapeseed dan minyak nabati lainnya tidak kontributif dalam pengurangan CO2. Foto: INA Palm
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menyatakan, sawit telah berkontribusi terhadap penurunan karbondioksida (CO2), sedangkan rapeseed dan minyak nabati lainnya tidak kontributif dalam pengurangan CO2. Foto: INA Palm

TROPIS.CO, JAKARTA – Menanggapi diskriminasi minyak sawit oleh Uni Eropa (EU), Pemerintah Indonesia menuntut keadilan dalam konteks sustainable vegetable oil.

Pemerintah berpandangan bahwa standardisasi seharusnya diberlakukan secara menyeluruh untuk semua minyak nabati yang sama atau yang kompeptitif, juga pendekatan lingkungan hidup yang lebih holistik.

“Masalah lingkungan bukan hanya deforestasi walau deforestasi juga penting.”

“Laju deforestasi di Indonesia sendiri menurun secara signifikan salah satunya didukung oleh keberhasilan Inpres moratorium,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam webinar #INAPalmoil Talkshow bertajuk ‘Strategic Partnership EU-ASEAN dan implikasinya terhadap Industri Minyak Sawit’ yang diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Rabu (31/3/2021).

Hal tersebut dikonfirmasi oleh laporan World Resources Institute (WRI) mengenai laju deforestasi yang terjadi di Indonesia terus menurun, sementara negara-negara di Eropa dan Australia naik hingga 10 persen.

Indonesia juga terus menjaga komitmennya dalam penurunan emisi yang saat ini telah mencapai 29 persen dari dari kondisi semula, dan akan ditingkatkan penurunannya hingga 41 persen dengan dukungan internasional.

“Dari laporan mengenai comparable study tersebut dapat terlihat sawit telah berkontribusi terhadap penurunan karbondioksida (CO2) sedangkan rapeseed dan minyak nabati lainnya tidak kontributif dalam pengurangan CO2,” ungkap Mahendra

Dia memaparkan sejak tahun 1995 komoditas sawit telah menerapkan dan menaati hampir 700 jenis sertifikasi, sementara untuk minyak rapeseed, kedelai ataupun minyak matahari hanya 30 sertifikasi dalam periode yang sama.

Segala requirement yang telah ditaati melalui beragam sertifikasi tersebut tidak menyelesaikan diskriminasi terhadap sawit.

Baca juga: Industri Sawit Pangkas Kemiskinan dari Sabang sampai Merauke