Indonesia Optimistis Menangi Gugatan Atas UE di WTO

Bantah Tudingan Uni Eropa

RED II melarang penggunaan biofuel berbasis sawit karena telah dikategorikan sebagai resiko tinggi perubahan penggunaan lahan tidak langsung (high risk land use change [ILUC]) pada DR.

Kategori ini ditentukan berdasarkan indikator emisi yang dihasilkan dalam perubahan penggunaan lahan dengan menjatuhkan cut off date atau tahun penebangan yakni pada tahun 2008.

Sementara itu, Perancis secara unilateral menerapkan kebijakan penurunan tarif pajak atau French Fuel Tax untuk produksi biofuel yang dikategorikan sebagai minyak nabati berkelanjutan.

Merujuk pada RED II sawit mendapatkan pengecualian atas French Fuel Tax tersebut.

Wakil Ketua Umum I Gapki, Kacuk Sumarto dalam sambutannya menyatakan cut off date yang ditetapkan oleh Uni Eropa dalam ILUC yakni tahun 2008 yang dianggap tidak adil dan tidak memiliki dasar ilmiah.

Pada masa tersebut Indonesia sedang mengembangkan industri perkebunannya salah satunya sawit sedangkan Amerika dan Eropa telah lebih dulu melakukan deforestasi.

Penelitian Roser (2012) menyebutkan pada periode 1700 hingga 1900 laju deforestasi di temperate region atau iklim sedang terjadi secara besar-besaran.

Deforestasi dimulai dari daratan Eropa kemudian ke Amerika Utara dan berbagai negara telah menyebabkan penurunan luas hutan dunia (deforestasi) termasuk biodiversity loss di dalamnya.

Laporan The Guardian menyebutkan, kadar CO2 di atmosfer atau green gas house (GHG) cenderung konstan sejak 800 tahun sebelum revolusi industri yakni 280 ppm.

Sejak revolusi Industri hingga tahun 2013, kadar CO2 di atmosfer meningkat 40 persen atau menjadi 400 ppm.

Senada dengan Kacuk, laju deforestasi yang isunya disebabkan oleh industri kelapa sawit tidaklah sesuai.

Baca juga: Krisis Iklim Menuntut Perubahan Perguruan Tinggi

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institute Pertanian Bogor (IPB), Prof. Yanto Santosa mengungkapkan kajian Komisi Eropa tahun 2013 yang menjelaskan total deforestasi lahan seluas 239 juta hektare.

Ada 58 juta hektare diantaranya disebabkan oleh sektor peternakan, 13 juta hektare oleh pembukaan lahan kedelai dan 8 juta karena pembukaan lahan jagung.

Sementara itu, untuk industri sawit menyumbang 2,5 persen atau 6 juta hektare.

Tidak hanya itu, Yanto menjelaskan 22 persen berasal dari hutan sekunder sementara sisanya berasal dari lahan terbuka, semak belukar, semak rawa, perkebunan karet dan lain-lain.

Dari segi pengurangan emisi gas rumah kaca, biofuel berbasis sawit mampu menandingi batas yang telah ditetapkan Uni Eropa, baik RED I yaitu 35 persen atau RED II sebesar 65 persen. (*)