Indonesia Ajak Dunia Konservasi dan Kelola Terumbu Karang

Kondisi terumbu karang di Indonesia yang tergolong excellent saat ini hanya 5 persen, 30 persen dalam kondisi baik, dan selebihnya sedang dan buruk. Foto : Bizlaw - bizlaw.id
Kondisi terumbu karang di Indonesia yang tergolong excellent saat ini hanya 5 persen, 30 persen dalam kondisi baik, dan selebihnya sedang dan buruk. Foto : Bizlaw - bizlaw.id

TROPIS.CO, JAKARTA – Salah satu resolusi yang berhasil diloloskan Indonesia dalam Sidang UNEA ke-4 yakni tentang manajemen terumbu karang secara berkelanjutan.

Resolusi ini juga diusung oleh Monako, dan didukung oleh Meksiko, Korea Selatan, dan Filipina.

Resolusi ini merupakan tindak lanjut dari implementasi Resolusi 2/12 tentang terumbu karang yang diusulkan oleh Indonesia, Perancis, dan negara lain, dan diadopsi pada UNEA ke-2 pada tahun 2016.

“Melalui resolusi ini Indonesia mengajak dunia internasional untuk melakukan aksi nyata dan bekerja sama dalam konservasi dan pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan, termasuk perdagangan ikan karang hidup untuk makanan, yang saat ini terancam oleh masifnya kerusakan terumbu karang akibat dampak perubahan iklim dan ulah manusia,” papar Dr. Suseno Sukoyono, Staf Ahli Menteri Bidang Masyarakat dan Hubungan Antarlembaga, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), saat media briefing di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Manggala Wanabakti, Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Menurut Seno, kondisi terumbu karang di Indonesia yang tergolong excellent saat ini hanya 5 persen, 30 persen dalam kondisi baik, dan selebihnya sedang dan buruk.

Padahal Indonesia termasuk 25 negara (antara lain Australia, Meksiko, Perancis, Amerika, Fiji, dan Maladewa) yang memiliki terumbu karang hangat yang indah karena terkena penetrasi matahari.

Sayangnya banyak terumbu karang rusak akibat tertutup sampah plastik dan pemutihan (bleaching).

Aktivitas penyelaman dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan juga ikut menambah rusaknya terumbu karang.

Untuk itu tindakan pelestarian harus terus dilakukan. Saat ini di seluruh Indonesia sedang dibuat status terumbu karang.

Edukasi masyarakat pun dilakukan, apalagi sekitar 60 persen penduduk Indonesia hidup di kawasan yang membuat mereka bersentuhan dengan terumbu karang.

Di Wakatobi masyarakat sudah terlibat dalam pelestarian terumbu karang, sehingga kondisi terumbu karang di kawasan ini tergolong bagus.

Seno mengharapkan semakin banyak partisipasi pihak swasta, seperti pengusaha hotel dan restoran, dalam pelestarian terumbu karang, seperti yang dilakukan di Bali.

“Mereka mengajak turis untuk menanam terumbu karang dengan biaya US$1 dan nama turis digunakan pada terumbu karang yang ditanam tersebut.”

“Ini menarik turis datang lagi untuk melihat kondisi terumbu karang yang dia tanam,” tutur Seno.

Terumbu karang ini sangat penting, mengingat 25 persen mamalia laut bergantung pada terumbu karang, salah satunya ikan pari.

Jika terumbu karang rusak, ikan pari akan hilang. Padahal ikan pari termasuk magnet kuat untuk pariwisata.

Selama ini terumbu karang memang lebih dikaitkan pada aspek wisata. Tidak banyak yang bicara soal terumbu karang, terkait masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Indonesia merupakan pemasok ikan terbesar di dunia dan terumbu karang menjadi habitat berbagai jenis ikan, seperti kerapu, ikan napoleon, ikan sibas, termasuk udang dan lobster.

Ikan-ikan karang tersebut nilainya bisa mencapai US$1miliar/tahun.

Adanya resolusi tersebut, pengaturan perdagangan ikan karang yang hidup akan lebih nyata, sehingga penyelundupan ikan dan lobster yang selama ini sangat merugikan Indonesia, dapat diminimalisasi.

Selain manajemen terumbu karang, dalam Sidang United Nations Environment Assembly (UNEA) ke-4, yang berlangsung 4-15 Maret 2019 di Nairobi, Kenya, Indonesia juga meloloskan resolusi tentang konsumsi dan produksi yang berkelanjutan; pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan; pelestarian hutan bakau; serta perlindungan ekosistem laut. (rin)