Inalum Tanda Tangan Kerja Sama Hilirisasi Batu Bara

Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin menuturkan bahwa pabrik pengolahan gasifikasi batu bara sendiri direncanakan mulai beroperasi pada November 2022. Foto : Kumparan
Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin menuturkan bahwa pabrik pengolahan gasifikasi batu bara sendiri direncanakan mulai beroperasi pada November 2022. Foto : Kumparan

TROPIS.CO, BONTANG – PT Inalum akan menandatangani kerja sama hilirisasi batu bara dengan perusahaan asal Amerika Serikat Air Products, PT Bukti Aam dan PT Pertamina di New York bulan depan.

“Bulan depan kita tandatangan di New York antara PT Bukit Asam, Pertamina dan Air Product untuk hilirisasi batu bata jadi syngas dan dimethyl ether (DME),” ujar Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di Bontang, Minggu (28/10/2018).

Kerja sama hilirisasi batubara menjadi syncgas dan DME juga sudah dilakukan antara PT Bukit Asam Tbk, akan berkolaborasi dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk untuk mengkonversi batu bara muda menjadi syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi DME sebagai bahan bakar, urea sebagai pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.

“Selain jadi listrik, batu bara bisa jadi syngas itu untuk hilirisasi tahap I.”

“Untuk tahap II nya bisa jadi banyak, pupuk urea, polyprophiline, dan DME mirip dengan LPG,” tutur Budi.

Dia menuturkan bahwa pabrik pengolahan gasifikasi batubara sendiri direncanakan mulai beroperasi pada November 2022.

Budi berharap produksi dapat memenuhi kebutuhan pasar sebesar 500.000 per tahun, 400.000 ton DME per tahun dan 450.000 ton polypropylene per tahun.

Dengan target pemenuhan kebutuhan sebesar itu, diperkirakan kebutuhan batu bara sebagai bahan baku akan sebesar sembilan juta ton per tahun termasuk untuk mendukung kebutuhan batu bara bagi pembangkit listriknya.

Nilai keseluruhan proyek tersebut diperkirakan lebih dari US$3 miliar.

Program hilirisasi batubara merupakan bagian dari hilirisasi produk pertambangan oleh Holding Industri Pertambangan (HIP) dengan nilai proyek lebih dari US$10 miliar atau sekitar Rp150 triliun. (*)