Hanya Agribisnis yang Mampu Menggerakan Ekonomi Babel Pasca Timah

Praktisi media dan salah satu pendiri Provinsi Bangka Belitung Usmandie A Andeska (kiri) jadi narasumber dalam kuliah umum 2019 bertemakan “Mewujudkan Jiwa Enterpreuner yang Kreatif, Mandiri dan Berdaya Saing di Era Revolusi Industri 4.0' yang diselenggarakan Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian, Perikanan  dan Biologi Universitas Bangka Belitung (UBB), di Kampus UBB Baloenijuk, Sungailiat, Bangka, Foto : Istimewa
Praktisi media dan salah satu pendiri Provinsi Bangka Belitung Usmandie A Andeska (kiri) jadi narasumber dalam kuliah umum 2019 bertemakan “Mewujudkan Jiwa Enterpreuner yang Kreatif, Mandiri dan Berdaya Saing di Era Revolusi Industri 4.0' yang diselenggarakan Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian, Perikanan  dan Biologi Universitas Bangka Belitung (UBB), di Kampus UBB Baloenijuk, Sungailiat, Bangka, Foto : Istimewa

TROPIS.CO, PANGKALPINANG – Salah seorang pendiri Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Usmandie A Andeska, menegaskan, hanya produk agribisnis berdaya saing kuat yang mampu menggerakan roda ekonomi Bangka Belitung pasca timah.

Andeska menegaskan itu dalam kuliah umum 2019 bertemakan “Mewujudkan Jiwa Enterpreuner yang Kreatif, Mandiri dan Berdaya Saing di Era Revolusi Industri 4.0′ yang diselenggarakan Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian, Perikanan  dan Biologi Universitas Bangka Belitung (UBB), di Kampus UBB Baloenijuk, Sungailiat, Bangka, Rabu (25/9/2019).

Dalam kuliah umum yang diikuti kalangan mahasiswa jurusan agribisnis, kelompok tani dan juga pelaku agrowisata itu, selain menghadirkan Usmandie A Andeska sebagai narasumber, juga dihadirkan Anton Sujatmoko dari Pupuk Pusri Indonesia dan Ferdian Hendrata, penggiat IT di Provinsi Bangka Belitung.

Andeska mengatakan, sejatinya Pemerintah Daerah Provinsi Bangka Belitung, saatnya melakukan pemetaan potensi komoditas agribisnis daerah.

Kemudian, dengan keputusan politik lokal, menetapkannya sebagai komoditas unggulan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan.

Posisi wilayah yang sangat strategis, di jalur pelayaran dan penerbangan international dan berada di wilayah pesisir.

Bangka Belitung sangat potensial dijadikan sentral pengembangan produksi agribisnis berbasiskan sumberdaya kelautan, pertanian, dan peternakan.

Sebagai daerah kepulauan, Babel sudah sempat diorientasikan menjadi etalase perikanan dan kelautan Indonesia wilayah bagian Barat.

Sinyal dukungan politik dari Komisi IV DPR RI sudah ada.

Sayangnya ide dan gagasan serta kemampuan para pengelola daerah untuk melanjutkan program para pendiri provinsi itu, sangat rendah.

Para penentu kebijakan lokal, terjebak dalam rutinitas, menghabiskan anggaran yang tidak memberikan nilai tambah karena tidak bergulir.

Sehingga tak usah aneh, dalam usia Babel yang sebentar lagi, 19 tahun, Babel tak bergeser jauh dari ketergantungannya pada ekonomi timah.

“Sejatinya Pemda sudah memutuskan, masih berapa lama lagi tergantung pada ekonomi timah, lima tahun atau 10 tahun lagi.”

“Dengan adanya keputusan itu, maka saat ini sudah kita rancang, apa substitusinya,” ujar Andeska.

Usmandie A Andeska mengajak generasi muda di Kepulauan Bangka Belitung untuk mengasah kemampuan menjadi entrepreneur. Foto : Istimewa
Usmandie A Andeska mengajak generasi muda di Kepulauan Bangka Belitung untuk mengasah kemampuan menjadi entrepreneur. Foto : Istimewa

Dia menuturkan, sehingga dalam masa lima tahun pertama, bila sebelumnya posisi ekonomi timah di atas, posisi timah dengan substitusinya itu sudah berada pada garis sejajar.

Dan pada lima tahun kedua, timah sudah berada di bawa, sementara subtitusinya, sudah mengantikan posisi timah sebagai penggerak pertumbuhan.

Menurut Andeska, menumbuh kembangkan ekonomi Babel berbasiskan agribisnis ini akan membuat kondisi ekonomi masyarakat akan jauh lebih berkembang dan berkesinambungan.

“Ini mengingat sifat dari produk agribisnis tidak akan habis dan bisa diperbaharui. “ Sangat beda dengan timah yang potensinya sangat terbatas dan tidak sustainable,” katanya.

Dalam pengembangan piotensi agribisnis ini, jelas Andeska, pada tahap awal hendaknya jangan terlampau ambisius merebut pasaran ekspor.

Namun lebih fokus memenuhi pasaran lokal yang selama ini dipasok daerah lain.

Kondisi ini sangat tidak menguntungkan, karena pada saat saat tertentu, harga berbagai produk tersebut melampung tinggi, lantaran pasokan terhambat transportasi laut. “Inilah yang sering membuat tingkat inflasi di Babel cenderung tinggi.”

Andeska mencontohkan pada kebutuhan terhadap telur ayam yang hampir 90% masih didatangkan dari Jawa dan Sumatera daratan.

Andaikata 30 persen saja masyarakat babel yang kini berjumlah sekitar 1,2 juta jiwa, mengkonsumsi telur ayam setiap hari, ini berarti paling tidak kebutuhan telur ayam, mencapai 400 ribu butir setiap hari.

Sebut saja, bila harga pembelian telur ayam itu Rp 800/butir, maka setiap hari uang yang keluar dari Bangka Belitung, khusus telur ayam saja, sedikitnya mencapai Rp 320 juta. Atau nsekitar Rp 9,6 miliar setiap bulan. Nah, duit sebesar ini, tak beredar di Babel, melainkan beredar di daerah lain.

“Lantaran tidak beredar di daerahnya sendiri, duit sebesar itu tidak berperan dalam menggerakan roda pertumbuhan ekonomi wilayah,”ungkap Andeska sembari menegaskan, ini hendaknya menjadi fokus perhatian pemerintah daerah. Sepintas sangat sepele, hanya urusan telur ayam, tapi dampaknya sangat luas terhadap pergerakan ekonomi daerah.

Andeska menilai tidak ada permasalahan dalam pengembangan industri ayam petelur maupun pedaging dalam pendekatan konsep agribisnis di Bangka Belitung. Potensi lahan masih sangat luas dan dapat dikembangkan secara terintegrasi dengan tanaman tahunan, tanaman semusim, maupun sayur mayur.

Bangka Belitung memiliki potensi lahan eks tambang timah yang sangat luas. Nah potensi lahan ini bisa dijadikam areal pengembangan industri peternakan secara terintegrasi dengan tanaman jagung, sayut mayur.

Dan jagung diorientasikan pengembangannya untuk bahan baku industri pakan sehingga sumber pakan tidak lagi tergantung industri pakan luar daerah yang harga cenderung lebih mahal karena terbebani biaya transportasi yang tinggi.

“Apa lagi kurangnya Babel ini, semua kita miliki,” ucap Andeska.

Persoalan lokasi pengembangan, kita punya ribuan hektar eks tambang yang belum direklamasi.

Sumber pakan kita kembangkan jagung dengan memanfaatkan kotoran ayam sebagai pupuk.

Kemudian, tepung ikan, kita kembangkan budidaya perikanan darat dengan memanfaatkan genangan air atau kulong bekas tambang.

“Semua lengkap di Babel, tinggal kita tunggu, bagaimana keputusan politik Pemda Babel, menggarahkan roda pertumbuhan ekonomi menjelang pasca timah,” tegas mantan Ketua Tim Percepatan Perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Babel ini.

Lantaran itu, kepada para mahasiswa Jurusan Agribisnis itu, Andeska, mengajak agar dari sekarang meningkat kualitas diri, jangan terpaku hanya belajar di kampus, tapi mulai melakukan berbagai kegiatan yang mampu menumbuhkan jiwa enterpreuner sehingga seusai kuliah, tidak lagi disibukkan mencari kerja, justru sebaliknya mampu membuka kesempatan kerja.

“Tumbuhkan keyakinan diri Anda, bahwa Anda akan mampu membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada dengan bermodalkan berbagai potensi yang ada di sekitar lingkungan sendiri,” pungkas Andeska. (*)