Gapki Dukung Litigasi dan Mitigasi Karhutla

Mengutip data Global Forest Watch (GFW) per 1 Januari 2019 hingga 16 September 2019 di seluruh Indonesia, kebakaran di dalam konsesi sawit mencapai 11 persen, sedangkan luar konsesi mencapai 68 persen. Foto : SinarHarapan.ID
Mengutip data Global Forest Watch (GFW) per 1 Januari 2019 hingga 16 September 2019 di seluruh Indonesia, kebakaran di dalam konsesi sawit mencapai 11 persen, sedangkan luar konsesi mencapai 68 persen. Foto : SinarHarapan.ID

TROPIS.CO, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendukung upaya pemerintah untuk melakukan penegakan hukum (litigasi) kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) termasuk penyelidikan terhadap anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran.

Selain litigasi, Gapki mendukung sepenuhnya mitigasi pemerintah menuntaskan karhutla yang terjadi selama hampir 22 tahun dengan menerapkan kebijakan membuka lahan tanpa membakar (zero burning policy), membentuk Divisi Fire Protection di perusahaan perkebunan serta bekerja sama dengan masyarakat membangun 560 desa siaga api.

Juru Bicara Gapki Tofan Mahdi memastikan bahwa semua perkebunan sawit anggota Gapki memahami dan taat pada regulasi pemerintah dan punya semangatnya untuk membangun sawit berkelanjutan melalui Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO) .

Anggota GAPKI, kata Tofan, juga memahami bahwa tidak satupun regulasi di Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta instansi pemerintah lain, yang memperbolehkan membuka lahan dengan cara membakar.

“Kalau ada korporasi yang sengaja membakar lahan, itu tindakan konyol sama dengan ‘bunuh diri’ sehingga semua pihak harus obyektif melihat persoalan ini,” kata Tofan di Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Tofan memastikan, sejak diberlakukan moratorium pembukaan lahan pada tahun 2011 hingga kini praktis tidak ada lagi ekstensifikasi lahan.

Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut dan setiap dua tahun inpres ini dperpanjang.

Bahkan pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

“Inpres ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, memberikan kepastian hukum, dan menjaga kelestarian lingkungan,” tutur Tofan.

Kebijakan ini juga diperkuat dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada 7 Agustus 2019.

“Ini berarti idak ada lagi izin perkebunan sawit dan fokus pengusaha perkebunan saat ini adalah intensifikasi lahan melalui peremajaan (replanting), serta pengembangan bibit unggul agar produktivitas tinggi karena tidak ada perluasan lahan,” ungkap Tofan.

Pernyataan sama dikemukakan Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gapki Eddy Martono yang berpendapat perkebunan sawit anggota Gapki, dipastikan tidak berani membuka lahan dengan cara membakar karena risikonya tidak sepadan.

Apalagi, pemegang konsesi termasuk perkebunan sawit dikenai prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) yang diatur dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Pasal 88 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pada sisi lain, biaya mekanisasi land clearance bagi perkebunan tidak signifikan hanya sekitar 10 persen atau sekitar Rp6 juta per hektare dari investasi membuka lahan senilai Rp60 juta hingga Rp70 juta per hektare.

“Terlalu riskan jika ada anggota Gapki melakukan hal ini.”

“Apalagi, prinsip strict liability bisa diberlakukan bagi perkebunan baik dengan sengaja atau tidak sengaja membakar lahan,” ujar Eddy.

Hanya saja, Eddy memahami ada tudingan miring kepada Gapki sebagai asosiasi perkebunan seolah-olah semua persoalan menjadi tanggung jawab Gapki.

Hingga kini dari 3.000 perkebunan sawit di Indonesia perkebunan sawit yang terdaftar sebagai anggota baru mencapai 725 perusahaan dengan luasan 4,2 juta hektare.

Dari perkebunan besar baru 50 persen yang menjadi anggota Gapki, masih ada 50 persen yang belum menjadi anggota Gapki.

“Karena itu, kami mengharapkan semua perkebunan sawit masuk menjadi anggota Gapki agar berbagai persoalan termasuk dalam industri ini termasuk menerapkan sawit berkelanjutan dalam setiap rantai pasoknya bisa diimplementasikan,” harap Eddy.

Melalui komitmen berkelanjutan itu, menurut Eddy, berbagai perbaikan terus dilakukan termasuk dari sisi pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Mengutip data Global Forest Watch (GFW) per 1 Januari 2019 hingga 16 September 2019 di seluruh Indonesia, kebakaran di dalam konsesi sawit mencapai 11 persen, sedangkan luar konsesimencapai 68 persen.

Di Riau dalam konsesi 19 persen dan diluar konsesi 51 persen, Jambi dalam konsesi 19 persen dan di luar konsesi 51 persen, Sumatera selatan dalam konsesi 2 persen dan diluar konsesi 71 persen, Kalimantan Barat dalam konsesi 26 persen dan diluar konsesi 53 persen, Kalimantan Tengah dalam konsesi 15 persen dan diluar konsesi 81 persen.

“Ini yang mendasari pernyataan Kapolri Tito Karnavian bahwa konsesi perkebunan sawit dan HTI tidak terbakar ketika melakukan pemantauan udara di Riau beberapa hari lalu,” ucap Eddy.

Gapki Peduli

Untuk meringankan beban masyarakat yang terpapar asap di sejumlah provinsi, Gapki memberikan perhatian dan bantuan.

Gapki Cabang Riau Selasa (17/9/2019) memberikan bantuan ke Posko Rumah Singgah untuk masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau.

Bantuan yang diberikan berupa kasur, bantal busa, sarung kasur, sarung bantal, dan selimut hitam putih yang masing-masing berjumlah 10 buah.

Gapki Riau juga menyalurkan bantuan berupa dua buah tabung oksigen, 2.000 masker, serta sejumlah makanan seperti makanan ringan, roti, gula, kopi, susu dan sejumlah bahan makanan lainnya.

Bantuan serupa diberikan Gapki Kalimantan Barat (Kalbar) melalui program Gapki peduli dengan menggelar baksos di Kabupaten Ketapang pada Sabtu (21/9/2019) ini.

Secara paralel pada tanggal yang sama akan melakukan distribusi masker di bebarapa titik di pontianak dengan target 10.000 masker.

Kegiatan ini bekerja sama dengan PWI dan dukungan dari beberapa anggotannya. (*)