Ekspor Minyak Sawit Indonesia Meningkat 16 Persen

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono memberikan Protokol untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan industri kelapa sawit. Foto: Wisesa/TROPIS.CO
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono memberikan Protokol untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan industri kelapa sawit. Foto: Wisesa/TROPIS.CO

TROPIS.CO, JAKARTA – Berbagai tantangan baik dari dalam negeri, luar negeri dan sentimen pasar dihadapi industri industri sawit Indonesia pada triwulan pertama 2019.

Walau begitu, kinerja ekspor minyak sawit secara keseluruhan (Biodiesel, Oleochemical, CPO dan produk turunannya) meningkat sekitar 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau dari 7,84 juta ton triwulan I 2018 meningkat menjadi 9,1 juta ton di triwulan I 2019.

Dengan kinerja ini, artinya ekspor minyak sawit Indonesia masih tetap tumbuh meskipun masih di bawah harapan.

Pada Maret 2019 kinerja ekspor minyak sawit secara keseluruhan (Biodiesel, Oleochemical, CPO dan produk turunannya) membukukan peningkatan 3 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 2,88 juta ton meningkat menjadi 2,96 juta.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono selepas acara Buka Bersama Gapki di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Rabu (15/4/2018).

Sementara ekspor khusus CPO dan produk turunannya hanya meningkat sangat tipis yaitu 2,77 juta ton di Februari sedikit terkerek menjadi 2,78 juta ton di Maret.

Menurutnya, sentimen RED II Uni Eropa, setidaknya telah ikut menggerus kinerja ekspor Indonesia, selain itu lesunya perekonomian di negara tujuan utama ekspor khususnya India berdampak sangat signifikan pada permintaan minyak sawit negara Bollywood ini.

Perang dagang Amerika Serikat dan Cina yang tak kunjung usai, mempengaruhi perdagangan kedelai kedua negara yang berujung pada menumpuknya stok kedelai di AS.

Pada Maret ini ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia ke India membukukan penurunan yang tajam yaitu 62% atau dari 516,53 ribu ton di Februari meluncur bebas ke 194,41 ribu ton di Maret.

“Perlambatan pertumbuhan ekonomi India yang hampir memasuki ambang krisis menyebabkan berkurangnya permintaan minyak sawit India baik dari Indonesia maupun Malaysia,” ujar Joko.

Penurunan permintaan juga diikuti negara Afrika 38 persen, Amerika Serikat 10 persen, Cina 4 persen, dan Uni Eropa 2 persen.

Secara mengejutkan ekspor minyak sawit ke negara lain-lain meningkat 60 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Peningkatan permintaan CPO dan produk turunannya dari Indonesia yang cukup signifikan datang dari Asia khususnya Korea Selatan dan Jepang.

Soal penyerapan biodiesel di dalam negeri, Joko menilai bahwa sepanjang Maret ini penyerapan biodiesel di dalam negeri mencapai lebih dari 527 ribu ton atau turun 19 persen dibandingkan dengan bulan Februari lalu yang mencapai 648 ribu ton.

Turunnya penyerapan biodiesel disinyalir karena keterlambatan permintaan dari Pertamina sehingga pengiriman ke titik penyaluran ikut terlambat.

Dari sisi harga, sepanjang Maret harga CPO global bergerak di kisaran US$510 hingga US$550 per ton dengan harga rata-rata US$528,4 per ton.

Harga rata-rata ini tergerus 5 persen dibandingkan harga rata-rata Februari US$ 556,5 per ton.

Pada Maret ini produksi minyak sawit membukukan peningkatan 11% atau dari 3,88 juta ton di Februari meningkat menjadi 4,31 juta ton di Maret.

Naiknya produksi di Maret ini tergolong normal karena hari kerja yang lebih panjang jika dibandingkan dengan bulan Februari.

“Dengan produksi yang cukup baik, stok minyak sawit pada Maret ini masih terjaga dengan baik di 2,43 juta ton meskipun turun 3 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang bertengger di 2,50 juta ton,” pungkas Joko. (aby)