Ego Antarkementerian Lembaga Mesti Dikesampingkan

Penandatanganan nota kerja sama antarkementerian lembaga dalam upaya pelaksaan Program Penyelamatan Danau Prioritas Nasional dan Revitalisasi Gerakan Penyelamatan Danau. Foto : KLHK
Penandatanganan nota kerja sama antarkementerian lembaga dalam upaya pelaksaan Program Penyelamatan Danau Prioritas Nasional dan Revitalisasi Gerakan Penyelamatan Danau. Foto : KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Dalam upaya penyelamatan danau di Indonesia, pertarungan ego antarkementerian lembaga mesti dikesampingkan. Selama ini meskipun ada upaya-upaya tapi sifatnya masih parsial, kurang terintegrasi, kurang terencana dengan baik, dan tidak jelas siapa yang bertanggungjawab.

Pandangan itu disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro kala memberikan kata sambutan Rapat Koordinasi Penyelamatan Danau Prioritas Nasional dan Revitalisasi Gerakan Penyelamatan Danau di Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa (26/3/2019).

“Pasalnya, apa yang kita bicarakan di sini bukan soal siapa mengurusi apa. Kita di sini sedang membicarakan keberlanjutan kehidupan manusia Indonesia  dan keberlanjutan perekonomian Indonesia,” tutur Menteri Bambang.

Diprediksi pada tahun 2045, menurutnya, Pulau Jawa dan Nusa Tenggara akan mengalami krisis air bila seluruh stakeholder tidak melakukan apapun saat ini.

“Ingat, Pulau Jawa menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk Indonesia,” tuturnya.

Kondisi ini bisa jadi suatu ironi karena di saat yang sama, Indonesia diramalkan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia.

“Alangkah sedihnya bila kita tidak peduli pada kehidupan mayoritas penduduk kita sendiri dengan menelantarkan masalah air karena mengedepankan ego dalam penyelesaian masalah danau ini.”

“Untuk saat ini, kita akan bekerja sama dengan pemda dan menjadikan mereka sebagai ujung tombak dalam penanganan masalah danau prioritas,” tegas Menteri Bambang.

Indonesia mempunyai lebih dari 840 danau besar dan 735 danau kecil yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air dengan ekosistem yang sangat kaya.

Bentuk dan karakteristiknya yang beragam, keanekaragaman hayati yang tinggi, sumber air yang sangat potensial, serta kondisi sosial budaya yang diwarnai kearifan lokal.

“Kenyataan menunjukkan bahwa pemanfaatan danau dan daerah tangkapan air yang kurang memperhatikan lingkungan telah mengakibatkan terjadinya kerusakan ekosistem danau antara lain, peningkatan sedimentasi, peningkatan intensitas banjir di musim hujan, kekeringan di musim kemarau, penurunan kualitas air, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan produktivitas perikanan, serta penurunan potensi-potensi ekonomi lainnya,” tutur Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Saat ini pemerintah membuat program penanganan 15 danau prioritas yang status ekosistemnya dalam keadaan terancam dan rusak menurut ukuran-ukuran teresterial daerah tangkapan air,  sepadan danau, serta status perairan di badan air danau.

Ada 15 danau yang masuk daftar prioritas untuk direvitalisasi yaitu Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau di Sumatera Barat, Danau Singkarak Sumatera Barat, Danau Kerinci di Jambi, Rawadanau di Banten, Danau Sentarum di Kalimantan Barat, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah, serta Danau Cascade Mahakam di Kalimantan Timur.

Lantas, Danau Batur di Bali, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Sentani di Papua, Danau Poso Sulawesi Tengah, Danau Matano di Sulawesi Selatan, dan Danau Tempe di Sulawesi Selatan.

“Benar seperti yang dikatakan Pak Menteri Bappenas tadi, selama ini penanganan masalah danau masih parsial.”

“Dari 15 danau prioritas nasional, minimal saya baru sentuh 10 danau. Saya seperti kesepian dan bekerja kurang greget.”

“Saya berharap kerja sama antarkementerian lembaga dalam penanganan masalah danau bisa berjalanan lebih baik selepas penandatanganan nota kerja sama ini,” ucap Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. (aby)