E-Learning Perhutanan Sosial Ciptakan Petani Hutan Milenial

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat berdiskusi dengan sejumklah kelompok tani hutan dalam rangkaian pengembangan Perhutanan Sosial. Foto: KLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat berdiskusi dengan sejumklah kelompok tani hutan dalam rangkaian pengembangan Perhutanan Sosial. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Pandemi corona yang mendera seluruh dunia, tidak menyurutkan semangat petani Perhutanan Sosial dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan Program Hutan Sosial.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak henti-hentinya memberikan dukungan kepada petani hutsos dalam menghadapi pandemik corona. Tidak hanya dukungan dengan membeli produk-produk mereka, tetapi juga memberikan softskill melalui e-learning, sehingga petani-petani ini tidak gagap dalam menghadapi kondisi luar biasa ini dan dapat berselancar di atas badai corona.

Melalui e-learning ini, KLHK ingin memantau kondisi kesehatan dan ekonomi petani hutan, mendengarkan keluh kesah petani dalam menghadapi corona, serta memotret pelaksanaan hutsos di lapangan.

E-learning merupakan salah satu inovasi KLHK untuk meningkatkan kapasitas para petani hutsos dalam melaksanakan program perhutanan sosial di tengah keterbatasan mobilitas fisik saat ini.

Direktorat Jenderal PSKL (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan) bekerja sama dengan BP2SDM (Badan Perencanaan dan Pengembangan SDM) menyelenggarakan pelatihan berbasis internet dengan memanfaatkan video conference untuk bertatap muka dengan peserta.

Pelatihan mengkombinasikan metode antara belajar mandiri dengan diskusi melalui video conference. Tidak hanya belajar dari para tutor, peserta juga saling bertukar pengalaman sehingga pembelajaran berlangsung dua arah.

Petani hutan yang identik dengan stigma “gaptek” nyatanya dapat juga bergaya milenial. Selama pelatihan, peserta sangat antusias berdiskusi melalui video conference. Peserta juga aktif mengerjakan tugas mandiri dan evaluasi sesuai instruksi penyelenggara pelatihan.

Dibantu pendamping, peserta mengerjakan tugas mandiri sehingga saat tatap muka dengan tutor melalui video conference, peserta dapat menyampaikan pertanyaan atau kendala pelaksanaan perhutanan sosial di kelompoknya sebagai bahan diskusi.

Meskipun beberapa kali sinyal menjadi kendala pelaksanaan e-learning tetapi secara keseluruhan metode pelatihan ini mengajarkan budaya baru bagi petani hutan untuk lebih dekat dengan teknologi.

Tidak hanya memberikan pelajaran baru bagi petani hutan, e-learning juga merupakan hal baru bagi pengajar dan penyelenggara pelatihan. Pengajar harus membiasakan diri untuk memberikan materi via video conference yang tentunya sangat berbeda dengan mengajar tatap muka langsung dengan peserta.

Pengaturan nada suara, kecepatan berbicara, dan bahan ajar menjadi kunci sukses agar peserta tertarik untuk memperhatikan penyampaian materi dari tutor. Penyampaian materi secara dua arah tentunya akan lebih menarik agar peserta tidak bosan.

Apalagi tutor pelatihan ini tidak hanya dari widyaiswara tetapi juga dari praktisi perhutanan sosial dan ASN di Ditjen PSKL. Hasil evaluasi terhadap penyelenggaraan e-learning angkatan terdahulu, tentunya menjadi pembelajaran untuk menyempurnakan pelaksanaan e-learning angkatan selanjutnya.

Di awal pelatihan, peserta diminta menyampaikan kondisi kesehatan masing-masing dan menceritakan dampak corona terhadap pelaksanaan hutsos di kelompok masing-masing. Hal ini penting untuk memberikan pemahaman kepada petani hutan bahwa mereka tidak sendiri.

Berbagai kendala disampaikan peserta dalam kesempatan ini. Mayoritas mengeluhkan turunnya permintaan pasar karena diberlakukannya jaga jarak sehingga pendapatan petani menurun.

Mayoritas petani belum familiar dengan pemasaran online, tidak mengherankan jika corona memukul telak perekonomian petani hutan.

Pendamping adalah kunci sukses perhutanan sosial sehingga di dalam e-learning ini juga disampaikan materi tentang tahapan-tahapan pendampingan perhutanan sosial,  sehingga pelaksanaan pendampingan di lapangan lebih efektif dan efisien.

Pengajar menyampaikan pentingnya  sosialisasi mengenai seluk-beluk akses kelola perhutanan sosial, pendataan potensi sesuai areal kerja yang tercantum di lampiran SK akses kelola perhutanan sosial, dan penguatan kelembagaan di awal proses pendampingan.

Dari proses diskusi diperoleh informasi bahwa ada beberapa pendamping yang sudah melakukan pendataan potensi padahal belum sosialisasi mengenai akses kelola sehingga anggota kelompok yang didampingi belum memahami apa saja yang dapat dimanfaatkan di dalam kawasan setelah mendapat SK akses kelola tersebut.

Begitupun terhadap pendamping yang membentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di awal padahal belum melakukan pendataan potensi sebagai penyusunan rencana kerja sehingga banyak KUPS dibubarkan karena tidak sesuai dengan kebutuhan usaha kelompok.

Selain tahapan pendampingan, e-learning ini juga memberikan keterampilan teknis penandaan batas areal kerja sebagai kewajiban dasar pemegang akses kelola. Hal ini penting untuk mengurangi konflik akibat ketidaksepemahaman batas areal kerja di lapangan.

Jika anggota kelompok memahami batas areal mereka dan menyepakati batas tersebut dengan pihak-pihak yang areal kerjanya berbatasan langsung, maka potensi konflik di dalam kawasan hutan dapat berkurang.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses pembelajaran adalah pengelolaan pengetahuan. Pelatihan ini juga memberikan keterampilan kepada petani hutan untuk mencatat dan mendokumentasikan hal-hal yang mereka lakukan selama melaksanakan program perhutanan sosial sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran pihak lain dan generasi yang akan datang.

Dokumentasi dapat dilakukan dalam bentuk tulisan, video, dan gambar dengan menggunakan berbagai media.

Pelatihan ini diharapkan memberikan tambahan pengetahuan bagi pendamping sehingga kualitas pendampingan perhutanan sosial meningkat. Semua pihak belajar mulai dari petani, pendamping, tutor, dan penyelenggara.

E-learning ini merupakan inovasi KLHK di tengah kondisi keterbatasan seperti ini yang menjembatani komunikasi antara level tapak langsung ke pengambil kebijakan, dari petani langsung ke Dirjen’, ujar Rivani Noor selaku salah satu tutor.

Kabadan BP2SDM menyampaikan bahwa ”Kita memang bukan superman tetapi kita adalah supertim yang dapat mewujudkan kontribusi besar perhutanan sosial terhadap peningkatan perekonomian nasional”.

Listia Hesti Yuana

Staf Subdirektorat Penyiapan  Hutan Kemasyarakatan PSKL