Dirjen PPKL Karliansyah : Kualitas Udara Jakarta Masih Baik

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) MS. Karliansyah menyatakan, penentuan Penetapan dan Pengelolaan Pucak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dilakukan melalui tahapan; perhitungan kapasitas maksimum tanah gambut . Foto : detak.co
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) MS. Karliansyah menyatakan, penentuan Penetapan dan Pengelolaan Pucak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dilakukan melalui tahapan; perhitungan kapasitas maksimum tanah gambut . Foto : detak.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Kualitas udara di Kota Jakarta masih tergolong baik, bahkan lebih baik dari pada kualitas udara di kota-kota besar lain di Asia Tenggara.

Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) MS. Karliansyah, saat media briefing di Ditjen PPKL KLHK, Jakarta, Selasa (12/3/2019).

Guna membuktikannya, Karliansyah lalu membuka situs aqicn yang siang itu menunjukkan kualitas udara di Jakarta ada di angka 57 mikrogr/m3.

“Lihat ini, di Jakarta saat ini 57, sementara di Manila 162, apalagi kalau kita lihat Jepang 100an karena dapat kontribusi dari Tiongkok.”

“Jadi nggak tepat kalau Greenpeace menyatakan Jakarta merupakan kota dengan
kualitas udara terburuk di Asia Tenggara,” jelasnya.

Beberapa waktu lalu Greenpeace berdasarkan laporan dari World Air Quality Report merilis data kualitas udara Kota Jakarta yang disebut terburuk se-Asia Tenggara.

Dinyatakan bahwa konsentrasi PM2,5 tahun 2018 tingkat polusinya mencapai 45,3 mikrogr/m3.

Diakui oleh Karliansyah bahwa berdasarkan data pantauan Ditjen PPKL KLHK kualitas udara Kota Jakarta berdasarkan indeks PM2,5 pada tahun 2018 ada 34 hari (baik), 122 hari (sedang), dan 196 hari (tidak sehat).

Di tahun 2019 hingga bulan Februari ada 10 hari (baik), 38 hari (sedang), dan 11 hari (tidak sehat).

“Memang betul masih ada hari tidak sehat, tapi tidak yang terjelek di Asia Tenggara. Jadi masih dominan yang baik lah,” tutur Karliansyah.

Menurutnya, kualitas udara di kebanyakan kota metropolitan atau kota besar di dunia tidak ada yang bisa mencapai standar WHO yaitu 10 mikrogr/m3.

Dalam laporan Greenpeace juga disebutkan jika pemerintah Indonesia belum memiliki stasiun pemantau kualitas udara PM2,5.

“Padahal kalau mau jalan-jalan ke Gelora Bung Karno (GBK) itu sudah ada PM2,5. Kita memasang PM2,5 sudah dari tahun 2015,” ujar Karliansyah.

“Disebutkan di berita itu bahwa KLHK belum menyampaikan utk parameter PM2,5, padahal kalau misalnya mau jalan2 ke GBK, itu sudah ada yang paling gampang
sudah ada PM2,5 . Yang O2 kemudian karbon, SO2. Parameter PM10, Co, O3, NO2, HC, SO2.”

“Jika dikatakan Jakarta terkepung oleh PLTU sehingga mempengaruhi kualitas udara, itu pun tidak benar,” ungkapnya.

Karliansyah kembali memastikan bahwa PLTGU di Muara Karang dan Muara Tawar menggunakan bahan bakar gas, bukan batu bara.

Ditambahkan oleh Sekretaris Ditjen PPKL Sigit Reliantoro bahwa kemungkinan pengaruh dari PLTU Cilegon dan Sukabumi pun sangat kecil, karena arah anginnya tidak ke Jakarta.

“Untuk Jakarta, kualitas udara itu sekitar 70 persen dipengaruhi oleh kendaraan bermotor. Sama sekali bukan dari PLTU,” terang Sigit.

Untuk memantau kualitas udara, KLHK sudah memiliki jaringan pemantau kualitas udara secara real time dan kontinyu.

Jaringan ini sudah terpasang di 14 kota, yaitu Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Batam, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Jakarta Pusat, Kalimantan Utara, Makassar, Manado, dan Mataram.

Jika dihubungkan dengan Air Quality Monitoring System (AQMS) milik BMKG dan Pemda, bahkan sudah ada 45 stasiun.

Tahun 2019 ini KLHK akan memasang 13 alat pemantau di wilayah paling timur dan
barat Indonesia.

Saat ini pemerintah melakukan berbagai upaya untuk perbaikan kualitas udara perkotaan, antara lain melalui pemberlakuan bahan bakar setara EURO4.

Lalu melakukan uji emisi kendaraan bermotor secara rutin; pengawasan ketaatan emisi industri (PLTU), penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (PLTGU Muara Tawar dan Muara Karang), penghijauan melalui revitalisasi banyak taman kota dan hutan kota.

Pengembangan transportasi massal (MRT, LRT, Trans Jakarta dan Trans Jabodetabek), pemberlakuan car free day (di Jakarta, Surabaya, Semarang, Padang, dan Palembang), pemantauan kualitas udara secara reguler hingga penerapan eco driving. (rin)