Di tengah Pandemi Covid-19, Minim Peran Saintis dan Ahli Kesehatan sebagai Pencerah di Media Sosial

Ismail Fahmi, Founder Media kernels, Co-founder Awesometrics, serta Team Leader Weborama, menilai narasi utama percakapan tentang Covid-19 dan pemerintah lebih banyak diwarnai narasi non saintis dan non ahli. Foto: TROPIS.CO/Jos
Ismail Fahmi, Founder Media kernels, Co-founder Awesometrics, serta Team Leader Weborama, menilai narasi utama percakapan tentang Covid-19 dan pemerintah lebih banyak diwarnai narasi non saintis dan non ahli. Foto: TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, JAKARTA – Kehadiran para saintis (ilmuwan) dan ahli kesehatan Indonesia terasa vital dan mendesak di tengah pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19 ini untuk memberikan informasi yang benar berdasarkan data, analisa, serta memberikan saran yang tepat kepada pemerintah dan masyarakat terutama lewat media sosial.

Pasalnya, media sosial merupakan sarana paling luas dipakai oleh masyarakat untuk menyampaikan pikiran hingga mencari jawaban atas berbagai persoalan yang tengah mereka hadapi.

Masalahnya, di media sosial, mayoritas orang leluasa berpendapat, menyajikan data yang tidak valid, tidak terverifikasi, hoaks, hingga konspirasi teori yang bertujuan mempengaruhi jalan pikiran masyarakat.

Bahkan saat ini media sosial di Tanah Air telah menjadi ajang ‘tawuran’ antara dua kubu berseberangan, pemerintah yang tengah berkuasa dengan pihak oposisi, mengenai apa saja dan kini yang tengah menjadi tren adalah Covid-19.

Baca juga: Senyawa Gaharu sangat Efektif Membasmi Virus

Di tengah kondisi seperti ini seharusnya ilmuwan serta ahli kesehatan dapat hadir sebagai pencerah dan memberikan panduan berdasarkan data yang valid, analisa, serta menawarkan solusi yang tepat berdasarkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya.

Sayangnya, di Indonesia, masih minim saintis dan ahli kesehatan yang akrab dengan media sosial serta minim skill untuk menyajikan data dengan gaya storytelling yang menarik dan mudah dipahami awam.

Semua rangkaian pemaparan tersebut disampaikan oleh Ismail Fahmi, Founder Media kernels, Co-founder Awesometrics, serta Team Leader Weborama, yang menjadi narasumber dalam Webinar bertema Peran Scientist Dalam Perang Melawan Covid-19 yang digelar IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie), Jumat (1/5/2020).

“Akibatnya informasi media sosial dikuasai para buzzer, influencer, sampai penganut teori konspirasi yang bertujuan mempengaruhi pikiran masyarakat terkait masalah Covid-19.”

“Mereka juga menyajikan pemikiran mereka dengan storytelling seperti testimoni, narasi, video, hingga infografis yang bagus sehingga banyak orang tertarik dan terpengaruh, tak peduli apa yang mereka sajikan bisa dipertanggungjawabkan atau tidak,” tutur pencipta aplikasi Drone Emprit, sebuah sistem analisis sosial media berbasis big data, ini.

Selain tidak akrab dengan media sosial serta minim skill untuk menyajikan data, analisa, dan solusi dengan storytelling yang bagus dan mudah dipahami, para ilmuawan dan ahli kesehatan di Indonesia punya kecenderungan tak mau repot atau takut untuk beradu gagasan dengan netizen.

“Sebagai saintis dan ahli kesehatan, mereka tak perlu segan untuk beradu gagasan di media sosial.”

“Mereka mesti “dingin” dalam menyampaikan gagasannya berdasarkan data yang valid, analisa berbasis ilmu yang dikuasainya, serta memberikan solusi, itu saja sudah cukup,” saran Fahmi.

Fahmi juga menyatakan, narasi utama percakapan tentang Covid-19 dan pemerintah lebih banyak diwarnai narasi non saintis dan non ahli.

Kehadiran saintis dan ahli kesehatan ada, tapi masih minim dibandingkan dengan mereka yang terlibat dalam pro dan kontra.

“Oleh sebab itu, saintis dan ahli kesehatan harus lebih banyak tampil media sosial untuk memberikan informasi yang benar berbasis data serta analisa dengan storytelling yang menarik dan mudah dipahami orang banyak.”

“Kerja sama dan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat merupakan kunci sukses penanganan Covid-19,” pungkas Fahmi.

Baca juga: Pemerintah Tawarkan Investasi Enam Proyek Jalan Tol dan Jembatan Senilai Rp80,84 Triliun

Sementara itu, Ketua Umum IABIE Bimo Sasongko berharap kegiatan bisa membuka wawasan para peserta Webinar, terutama kalangan saintis dan ilmuwan.

Dia juga telah mengagendakan kegiatan yang sama ke depan dengan mengangkat tema berbeda, terutama mengenai apa yang terjadi ke depan pascapandemi Covid-19.

Webinar yang digelar IABIE ini diikuti 60 partisipan, berjalan menarik, dan didukung penuh oleh IABA (Ikatan Alumni Inggris) IAJ (Ikatan Alumni Jerman), IKANED (Ikatan Alumni Nederland), IJBNET (Ikatan Jepang), IAPI (Ikatan Alumni Prancis), TU Delft Alumni-Chapter Indonesia, Jaringan Alumni Luar Negeri, IASPRO (Ikatan Alumni Riset Pro), KAJI Jepang, dan Imperial College London Alumni Chapter Indonesia. (Trop 02)