Dengan Keadilan dan Kesetaraan Gender, KLHK Tingkatkan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kurangi Dampak Sangat Serius

Lebih lanjut, Luluk mengatakan dengan mengintegrasikan PUG dalam seluruh aspek, mulai perencanaan, penyusunan kebijakan, program, anggaran, dan implementasi di lapangan, maka KLHK telah berkontribusi mengurangi dampak sangat serius perubahan lingkungan terhadap kualitas hidup perempuan dan ekosistem.

Menurut Luluk, penting bagi pengambil kebijakan untuk memahami bahwa perempuan termasuk kelompok yang sangat rentan atas berbagai aktifitas yang merusak lingkungan.

Perempuan yang pertama dan mengalami dampak terburuk atas perubahan lingkungan serta perubahan iklim.

Selain itu, penting pula memahami bahwa perempuan memiliki keterikatan dengan tanah, air, udara, hutan dan planet secara keseluruhan.

“Perempuan perlu dilibatkan secara aktif serta memberikan kesempatan untuk ambil
bagian dalam pengambilan kebijakan.”

“Saya harap KLHK menjadi champion dalam mewujudkan inklusi kesetaraan gender in all aspect and in all level,” ungkapnya.

Istilah gender sendiri, dijelaskan Ketua Program Studi Kajian Gender, Mia Siscawati, Ph. D., sebetulnya bukan jenis kelamin biologis, tetapi merujuk kepada konstruksi sosial yang menentukan biasanya dalam komunitas atau kelompok sosial tertentu.

Ada beberapa ahli yang menyebutkan kalau gender itu kata kuncinya pembedaan karena sosial budaya, sedangkan yang kodrati/biologis itu perbedaan.

Dalam hal ini, yang diangkat dan diupayakan agar pembedaan-pembedaan itu kemudian tidak menjadi sangat keras dan menimbulkan kesenjangan.

Pada awalnya memang diberikan perhatian terhadap perempuan, karena biasanya yang mendapatkan dampak dari pembedaan adalah perempuan.

Sekarang ada pengetahuan baru tidak hanya pada konstruksi gender, tetapi juga pada apa yang disebut eksklusi sosial, yaitu ada beberapa kelompok marjinal di dalamnya, misalnya penyandang disabilitas, penyandang penyakit tertentu, atau karena sebab lain.

“Saya senang sekali, karena tadi sudah termasuk dalam kriteria perlombaan, bahwa perhatian kepada marjinalitas.”

“Dalam hal ini KLHK sudah melangkah lebih maju,” ungkap Mia.

Pengamat Gender yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Ketua Dewan Juri Lomba PUG Lingkup Eselon I KLHK, Prof. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, menyampaikan pengalamannya selama proses penjurian, termasuk saat mewawancarai pimpinan tiap Eselon I KLHK.

“Saya menemukan bahwa pengetahuan dan komitmen pimpinan terhadap Pengarusutamaan Gender sudah luar biasa, dan hal tersebut juga terlihat jelas saat kami berdiskusi.”

“Saya berkeyakinan bahwa Pengarusutamaan Gender ke depan pasti akan terimplementasi secara berkelanjutan,” katanya.

Sesuai pesan Menteri Siti pada sambutannya, lomba PUG akan dilaksanakan secara rutin setiap tahun dan akan diperluas cakupannya hingga ke tingkat tapak. (*)