Dalam Forum FAO, Wiratno Sebut Pendekatan Ekowisata Berbasis Masyarakat Menjamin Ekosistem Berkelanjutan

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyatakan pemanfaatan ekosistem serta konservasi jenis dengan pendekatan ekowisata berbasis masyarakat dapat menjamin jasa ekosistem berkelanjutan. Foto: KLHK
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyatakan pemanfaatan ekosistem serta konservasi jenis dengan pendekatan ekowisata berbasis masyarakat dapat menjamin jasa ekosistem berkelanjutan. Foto: KLHK

TROPIS.CO, ROMA – Dalam Webinar yang diselenggarakan Food and  Agriculture Organization (FAO) di Roma, Ir Wiratno bercerita tentang pengalaman Indonesia dalam mengelola keaneragaman  hayati, melalui pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan dari aspek ekologi maupun sosial.

Salah satu pengalaman yang disebut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu adalah pemanfaatan ekosistem serta konservasi jenis dengan pendekatan ekowisata berbasis masyarakat dan pendekatan ini dapat menjamin jasa ekosistem berkelanjutan.

Sebagai contoh, apa yang sudah dilakukan masyarakat Desa Saporkren dengan pengamatan burung cendrawasih serta ekowisata Tangkahan yang kini tak sebatas berkembang tapi juga mampu memberikan nilai ekonomi dan sosial.

“Ekologi terjaga, ekoniomi sosial masyarakat berkembang,” kata Wiratno dalam forum yang dihadiri juga Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu itu.

Baca juga: Loli, Bayi Orangutan dari Desa Miau Baru Kutai, Jalani Rehabilitasi

Dia menyampaikan, berbagai hasil penelitian yang dilakukan peneliti bersama masyarakat di sekitar kawasan hutan, terutama penelitian tentang bioprospeksi atau pemanfaatan sumber daya genetik yang mendukung kebutuhan pangan dan farmasi.

Sebagai contoh,penelitian Candidaspongia sp di Taman Wisata Alam Teluk Kupang untuk antikanker.

Penelitian mikroba berguna bagi tanaman di TN Gunung Ciremai, seperti, cendawan (Hursutella sp dan Lecanicillium sp), Isolat bakteri pemacu pertumbuhan (C71, AKBr1, dan AKS), dan Isolat bakteri antifrost (PGMJ1 dan A1).

Mengulang apa yang sempat disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya padas diskusi panel SOFO 2020, Wiratno mengatakan bahwa Indonesia telah melakukan serangkaian tindakan korektif dalam mendukung penurunan laju deforestasi global melalui pengelolaan karhutla dengan perbaikan peringatan dini, antisipasi dan mitigasi.