Butuh Solusi Tepat dan Cepat Atasi Over Supply serta Turunnya Harga TBS dan CPO

Ketua SPKS Mansuetus Darto ingin petani sawit swadaya dibantu di tengah krisis anjoknya harga TBS dan CPO. Foto : Jos/tropis.co
Ketua SPKS Mansuetus Darto ingin petani sawit swadaya dibantu di tengah krisis anjoknya harga TBS dan CPO. Foto : Jos/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Instruksi Presiden RI Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit disambut baik petani kelapa sawit.  Sayangnya, hingga kini belum ada solusi tepat dan cepat mengatasi over supply yang menyebabkan harga tandan buah segar (TBS) dan crude palm oil (CPO) anjlok saat ini.

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) melihat kebijakan Presiden Joko Widodo tersebut sebagai salah satu entry point positif yang dapat memberikan keuntungan riil bagi petani sebab memberi peluang agar petani swadaya mandiri memperoleh pemberdayaan dan mencegah over supply yang saat ini sedang terjadi.

Jika over supply terus terjadi, tandan buah segar (TBS) akan dihargai murah dan bahkan tidak akan tertampung lagi oleh perusahaan-perusahaan.

“Kalau itu terjadi, artinya pendapatan petani menjadi sangat minim. Jadi manfaat moratorium ini sangat positif dan memberi banyak manfaat bagi kami, para petani swadaya,” ujar Ketua Umum SPKS Mansuetus Darto dalam acara Rembug Nasional Petani Kelapa Sawit Indonesia Bergotong Royong untuk Moratorium Sawit yang diadakan di Redtop Hotel, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Menurut Darto, ada beberapa poin penting dari Inpres Moratorium Sawit yang relevan bagi petani kelapa sawit, yakni pemetaan petani sawit dalam kawasan hutan dan areal penggunaan lain (APL), revitalisasi kelembagaan, pelaksanaan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), alokasi 20% dari kawasan hutan dan Hak Guna Usaha (HGU), serta meningkatkan produktivitas petani.

“Saat ini petani swadaya kesulitan mengurus legalitas karena selain biayanya mahal juga belum ada pendekatan yang memudahkan petani untuk lebih cepat.”

“Jika pendataan dan pemetaan dilakukan dengan baik maka akan memudahkan penerbitan legalitas seperti Surat Tanda Daftar Budi Daya (STDB) maupun Sertfikat Hak Milik (SHM) sehingga memudahkan petani memperoleh ISPO,” cetus Darto.

Darto juga meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera memutuskan nasib 3 juta petani yang menghidupi 17 juta penduduk Indonesia guna segera bermitra dengan pabrik-pabrik sawit skala besar dan pabrik yang tidak memiliki kebun sehingga nasib petani swadaya bisa lebih baik.

Menyikapi anjoknya harga TBS di level petani dan CPO di pasar dunia, menurut Darto, industri sawit Indonesia mestinya turut bertanggung jawab membantu para petani sawit.

“Apalagi yang menikmati langsung penghapusan sementara pungutan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya adalah perusahaan-perusahaan industri sawit di Tanah Air,” tutur Darto.

“Memang penghapusan sementara pungutan ini diharapkan bisa meningkatkan ekspor. Namun, masalahnya, produksi TBS dan CPO di dunia masih berlimpah, tapi pasarnya sudah jenuh. Hal ini mesti dipikirkan lagi oleh Pemerintah mencari solusi yang tepat dan cepat guna mengentaskan masalah ini,” pungkas Darto. (jos)