Berpindah Desa Karena Sinyal

Karena sinyal yang tidak optimal maka Kelompok Tani Hutan Gunung Pua pangkat harus pindah desa. Foto: Istimewa
Karena sinyal yang tidak optimal maka Kelompok Tani Hutan Gunung Pua pangkat harus pindah desa. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA Wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19) telah mengubah wajah dunia, termasuk juga dampaknya yang luar biasa di Indonesia. Hampir semua negara bersiaga dan menyiapkan langkah untuk menangkal penyebaran jasad mikro pencabut nyawa umat manusia, semua menyiapkan strategi dan tindakan untuk  mengamankan keselamatan warganegaranya.

Bahkan didalam catatan WHO, virus ini telah menjadi pandemi global, beberapa negara pun telah melakukan karantina diri atau di Indonesia dikenal dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau sebagaian lainnya menyebut dengan lockdown.

Akibat komunikasi yang silang sengkarut terkait Covid-19 membuat kepanikan melanda masyarakat diberbagai lapisan, dari kota-kota Kabupaten sampai ke kampung-kampung di pinggir hutan. Kondisi itu memberikan pengaruh yang besar dan buruk, tidak hanya menerpa sektor ekonomi ril di masyarakat tetapi juga didalam pola hubung serta cara berkomunikasi.

Tentu berdampak terhadap strategi di dalam proses pendampingan masyarakat di tingkat tapak. Apalagi berita yang semakin kuat berhembus tentang banyaknya media dan cara penularan yang makin mudah, bertambah dengan cepatnya penderita yang positif Covid-19.

Rendahnya ketaatan masyarakat atas PSBB, dan adanya tuntutan kebutuhan sebagian masyarakat,  untuk pemenuhan kehidupan membuat mereka harus berada di luar rumah. Sehingga inipun ikut mempengaruhi suasana kepanikan di kalangan masyarakat.

Terjadinya dinamika yang besar di lapangan karena pandemi, harus mengubah pendekatan pendampingan terhadap aktivitas para pemegang izin Perhutanan Sosial. Pertemuan periodik kelompok, diskusi penyusunan rencana pengembangan usaha, pengamanan kawasan izin Perhutanan Sosial, dan aktifitas rutin masyarakat menjadi terhambat. Intensitasnya dikurangi untuk menghindari makin meluasnya Covid-19.

Selain itu  pemasaran produk hasil hutan bukan kayu atau HHBK, produksi kelompok tani hutan, seperti kopi, kayu manis, kacang tanah, cabe, alpukat dan tanaman pangan lainnya, ikut terhambat akibat turunnya permintaan pasar. Beberapa  beberapa pasar yang menampung produk masyarakat, terpaksa  ditutup. Selain juga  dikarenakan  hambatan distribusi.

Saat ini, sejumlah produk pertanian, mengalami penurunan harga. Sehingga terimbas pada pendapatan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Sebut saja, harga kopi misalnya kini turun sangat signifikan, mencapai Rp1000 per kilogram menjadi Rp2500 per kilogram dari sebelumnya Rp3500 per kilogram.

Karenanya, menyiasati hal ini masyarakat mulai beralih kepada sejumlah tanaman yang cepat menghasilkan. Ini seperti cabai, kacang-kacangan, jahe, kentang, dan aneka bahan pangan sehari-hari lainnya.

Bisa menyampaikan keluhan secara langsung, walau hanya tatap muka melalui online

Di tengah kondisi physical distancing dan penurunan pendapatan anggota kelompok perhutanan sosial  ini, Kementerian LHK melalui BDLHK Pekanbaru hadir membawa solusi peningkatan kapasitas masyarakat tani  anggota kelompok perhutanan sosial. Melalui Pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial Paska Izin jarak jauh  secara daring,  atau biasa disebut dengan E-learning, Kementerian LHK berupaya menguatkan struktur ekonomi rumah tangga  anggota KTH agar tidak goyah diempas badai Corona.

E-Learning ini diselenggarakan kerjasama Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM (BP2SDM) dan Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL). Melalui program ini sedikitnya 3.000 unsur yang terlibat dalam pengembangan Perhutanan Sosial, bakal terlibat.  Dan ini mencakup  anggota KTH, pendamping, Kelompok Kerja Percepatan PS  provinsi, dan juga sejumlah  LSM.

Melalui program E-Learning, masyarakat anggota KTH, didiklat, bagaimana tata cara mengelola perhutanan sosial. Cara Diklat seperti ini, tentu sangat cocok dilakukan disaat pandemic. Masyarakat didiklat tanpa harus dalam suatu pertemuan, seperti berbagai pola diklat selama ini.  Cukup  bermodalkan laptop atau handphone, masyarakat sudah bisa mengikuti diklat dimana saja, yang penting ada sinyal yang kuat.

Selama mengikuti pelatihan gelombang II Angkatan 3 yang dilaksanakan selama lima hari ini tentu saja memberikan kesan yang sangat berarti bagi masyarakat, khususnya anggota KTH di pedesaan. Terhadap mereka yang masih awam dengan teknologi, pelatihan seperti ini menjadi hal menarik.

Seorang peserta yang saya damping, mengaku senang. Pasalnya, selain mendapat berbagai kemudahan, mereka juga dapat langsung menyampaikan keluh kesahnya,  dalam mengelola Hutan Kemasyarakatan kepada pemateri, walau hanya secara online.

Selain itu, kelompok juga dapat belajar dari kelompok lain yang telah sukses mengelola areal Perhutanan Sosialnya.  Terutama berkaitan  dengan;  bagaimana mengatasi permasalahan yang muncul di lapangan.

Materi yang disampaikan para narasumber, juga tak kalah pentingnya. Sebut saja misalnya, bagaimana membangun role model pendampingan.  Pengelolaan dan pengembangan kawasan hutan.  Kerja sama dan akses permodalan serta akses pasar. Dan juga berkaitan dengan   pengelolaan pengetahuan, monitoring dan evaluasi serta lainnya.

Banyak hal dan kesan baik yang diperoleh peserta dari diklat e-learning ini.  Walau memang, saat Diklat berlangsung, mereka menghadapi keterbatasan sinyal. Sehingga  tak sedikit dari  KTH  harus ngungsi ke desa tetangga, bahkan hingga ke kota yang jaraknya  terkadang butuh waktu 1 hingga 1,5 jam. Padahal hanya untuk mendapatkan sinyal, biar bisa ikut diklat.

Sungguh ini kami alami sendiri hingga harus menumpang di desa sebelah yang aksesnya cukup stabil. Bahkan, penyuluh kehutanan dari UPTD KPHP Unit 1 Kerinci,   terpaksa harus menempuh perjalanan yang memakan waktu 1-2 jam, agar  bisa mendampingi peserta pelatihan .

Diklat hari pertama, memang dirasakan ada sedikit kendala. Sinyal yang buruk membuat koneksi internet tak mulus. Berulangkali terjadi sinyal hilang tiba tiba, disaat Diklat tengah berlangsung. Dampaknya,  kami ketinggalan materi.

Sehingga pada hari kedua, memaksa kami untuk pindah lokasi, hingga kemudian urusan sinyal, tak lagi jadi persoalan. Pun halnya dengan kemampuan anggota kelompok dalam mengaplikasikan perangkat Ditklat, kian lancar.

Zela Zeftiani, apa yang didapat dari Diklat E-Learning berusaha diterapkan dalam kegiatan kelompok.

Pada hari pertama, kemampuan mengaplikasikan perangkat ini, pun menjadi kendala. Di satu sisi, ada yang memang belum paham menggunakannya,  di sisi yang lain, ada peserta  yang belum memiliki aplikasi zoom.

Termasuk juga kendala dalam  cara mengakses website yang digunakan sebagai media pelatihan.  Sehingga kemudian, pelatihan pun berlangsung normal dan sesekali diselingi dengan tingkah jenaka peserta yang saling bercanda saat mendapatkan nilai kuis yang lebih tinggi dari peserta lainnya.

Hasil pelatihan yang didapat peserta akan diterapkan didalam pengelolaan HKM seluas 332 Ha dan didalam proses memfinalkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang disusun secara partisipatif sesuai dengan potensi yang ada di areal HKM tersebut.

RKT ditekankan untuk lebih memperkuat dan memperkaya tanaman dengan pola agroforestri, selama ini kecendrungan dari areal HKM tersebut dikelola secara kurang produktif dan banyak lahan-lahan kosong dalam bentuk belukar yang tidak dikelola oleh petani.

Melalui pelatihan ini yang diikuti dengan susah payah, berpindah-pindah lokasi supaya dapat sinyal yang bagus agar bisa mendapatkan ilmu yang maksimal. Tidak sia-sia perjuangan masyarakat karena pengetahuan yang didapat dapat digunakan langsung untuk kesejahteraan masyarakat.

Zela Zeftiani
Fasilitator KKI Warsi dan Pendamping KTH Gunung Pua Desa Suko Pangkat Kabupaten Kerinci Jambi