APKASINDO: Semangat UU Cipta Kerja Ditelikung RPP Klaster Kehutanan

Sanksi Admninistrasi Rugikan Petani

Adapun kebijakan mengenai sanksi administrasi dalam RPP dinilai masih merugikan petani.

Pertama, RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari denda administratif atas kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan.

Di rancangan aturan ini, menurut Gulat, hanya untuk menyelesaikan persoalan klaim perkebunan sawit rakyat dalam Kawasan hutan yang sudah melalui proses penetapan, sebab defenisi kawasan hutan yang diatur dalam RPP adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan.

Sebelum ke tahap penetapan (pengukuhan), harus melalui penunjukan, penataan batas (BATB), pemetaan, dan terakhir penetapan (pengukuhan) kawasan hutan, ini semua diatur dalam UU Nomor 19/2004.

“Jadi jika proses tahapan ini belum tuntas maka kawasan hutan belum sah secara hukum.”

“Padahal banyak lahan petani sawit yang diklaim berada dalam kawasan hutan belum mencapai tahap penetapan kawasan hutan,” tutur Gulat.

Dia juga menyatakan, persoalan lain dalam RPP adalah telah mengunci definisi perizinan berusaha terbatas pada izin lokasi dan izin usaha di bidang Perkebunan.

Padahal, petani sawit tentu saja tidak memiliki izin-izin tersebut karena memang tidak diwajibkan oleh undang-undang sebelumnya demikian juga dengan Permentan (Peraturan Menteri Pertanian).

Ketiga, RPP Sanksi Administrasi tersebut menutup peluang bagi para pekebun yang lahannya 6 hingga 25 hektare untuk memperoleh pelepasan kawasan hutan.

Padahal ketentuan hukum di bidang perkebunan telah memberikan hak bagi petani sawit untuk mengelola lahannya maksimal 25 hektare.