APKASINDO Beri Catatan Kritis pada PP Nomor 23 dan PP Nomor 24 Tahun 2021

Ketua Umum DPP APKASINDO Gulat Medali Emas Manurung memberikan catatan kritis atau penguatan terhadap PP Nomor 23 Tahun 2021 dan PP Nomor 24 Tahun 2021. Foto: TROPIS.CO/Jos
Ketua Umum DPP APKASINDO Gulat Medali Emas Manurung memberikan catatan kritis atau penguatan terhadap PP Nomor 23 Tahun 2021 dan PP Nomor 24 Tahun 2021. Foto: TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, JAKARTA – Tanggal 2 Februari 2020, Presiden Joko Widodo telah menandatangani beberapa Peraturan Pemerintah guna menindaklanjuti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan (PP Nomor 23 Tahun 2021) dan PP Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan (PP Nomor 24 Tahun 2021).

Menyikapi terbitnya kedua PP tersebut maka Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Medali Emas Manurung menyatakan bahwa APKASINDO mengapresiasi konsistensi Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mau mendengar serta menyerap asipirasi para petani sawit di tanah air sehingga diimplementasikan dalam PP Nomor 24 Tahun 2021 serta PP Nomor 24 Tahun 2021.

Walau begitu, APKASINDO juga memberikan catatan kritis atau penguatan terhadap kedua peraturan pemerintah tersebut.

Ada bebera poin yang disampaikan Gulat dalam konferensi pers virtual yang digelar pada Senin (1/3/2021).

Pertama, pada mekanisme 5 hektare dan lima tahun, tercantum syarat penguasaan minimal 20 tahun sebagai syarat apakah lahan tersebut akan dilepaskan dari kawasan hutan untuk penguasaan di atas 20 tahun atau mengikuti perhutanan sosial untuk penguasaan di bawah 20 tahun.

APKASINDO berpendapat tidak tepat mencantumkan syarat penguasaan minimal 20 tahun agar kebun sawit yang berada di kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi, dapat dikeluarkan dari kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan. Sebab syarat penguasaan 20 tahun itu baru relevan digunakan apabila tidak dapat ditemukan bukti-bukti penguasaan tanah, misalnya Girik, Letter C, Sertipikat Hak Atas Tanah, verklaring, dan lain-lain.

Dengan demikian apabila penguasaan tanah tersebut dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang sah, maka syarat 20 tahun dapat dikesampingkan.

Hal ini sejalan dengan ketentuan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Oleh karena itu, menurut Gulat, APKASINDO mendorong dengan tegas agar dalam Peraturan teknis Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang akan diterbitkan membuat suatu ketentuan yang menyatakan syarat penguasaan selama lebih 20 tahun dapat dikesampingkan apabila ditemukan bukti-bukti penguasaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 41 ayat (4) huruf a PP Nomor 24 Tahun 2021 yang mengatur bahwa yang dimaksud dengan bukti penguasaan tanah adalah surat hak atas tanah antara lain sertipikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Girik, Letter C, verklaring, eigendom, atau Surat Keterangan Tanah.

Baca juga: Sawit Kaya Gizi dan Bebas Trans Fat, Butuh Dukungan Pemerintah