Anomali Iklim Perparah Pembakaran Lahan Masyarakat

Program pencegahan karhutla pada dasarnya perlu mengikuti ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku sehingga ada sinkronisasi dengan kebijakan Karhutla yang diterapkan BNPB (Badan Nasional Penanggulan Bencana). Foto: ANTARA
Program pencegahan karhutla pada dasarnya perlu mengikuti ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku sehingga ada sinkronisasi dengan kebijakan Karhutla yang diterapkan BNPB (Badan Nasional Penanggulan Bencana). Foto: ANTARA

TROPIS.CO, JAKARTA – Pembukaan lahan dengan cara membakar punya risiko tinggi dan berbahaya akibat pergeseran (anomali) iklim.

Pergeseran musim berkepanjangan itu menyebabkan lahan kering dan mudah terbakar sehingga pembakaran bisa melenceng dan justru berpotensi menjadi bencana.

Dari aspek regulasi, kegiatan membuka lahan dengan cara membakar kerap abai mengikuti ketentuan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) mengenai persyaratan dan waktu yang tepat untuk membuka lahan.

Akibatnya potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) bisa terjadi kapan saja.

Staf pengajar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Basuki Sumawinata mengatakan, pembakaran lahan sebagai kearifian lokal yang dilakukan masyarakat lokal di Kalimantan Barat pada awalnya hanya dilakukan pada kegiatan perladangan yang berpindah.

Namun dengan kondisi saat ini yakni perladangan menetap kegiatan membuka lahan harus dikombinasikan dengan mekanisasi pertanian agar tidak berisiko tinggi.

Baca juga: Sepanjang Januari hingga Juli 2020, Luas Karhutla Turun 53,1 Persen

Menurut Basuki, kondisi tanah di Kalimantan Barat agak berbeda dengan tanah di Jawa.

Hal ini karena tanah di Kalimantan miskin hara dan tanah bereaksi masam, tanpa memberikan tambahan unsur hara untuk bercocok tanam di daerah tersebut hasilnya sangat minim.

Para petani tradisional melakukan pembakaran lahan dengan tujuan membersihkan lahan sambil memberikan abu kepada tanah.

Pemberian abu dapat dipandang sebagai pemberian oksida dari unsur hara yang meningkatkan pH tanah atau menurunkan kemasaman dan membuat unsur hara lebih tersedia.

“Pembakaran lahan ini hanya cocok untuk bercocok tanam padi palawija.”

“Biasanya, setelah melewati beberapa bulan tanah kembali ke pH asalnya.”

“Begitu juga setelah unsur hara tercuci, tanah menjadi miskin lagi,” kata Basuki di Jakarta, Senin (24/8/2020).