Aksi Iklim Perlu Pertimbangkan Kondisi dan Aspirasi Daerah

Mahawan Karuniasa, Direktur Environment Institute, memprediksikan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 mencapai 2,87 Giga ton CO2 ekuivalen jika tanpa tindakan nyata. Foto: Istimewa
Mahawan Karuniasa, Direktur Environment Institute, memprediksikan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 mencapai 2,87 Giga ton CO2 ekuivalen jika tanpa tindakan nyata. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Dalam memenuhi komitmen Indonesia kepada Kesepakatan Paris, aksi perubahan iklim perlu mempertimbangkan kondisi masing-masing wilayah dan mendengarkan aspirasi daerah.

Demikian salah satu catatan penting yang disampaikan Mahawan Karuniasa, Direktur Environment Institute, dalam Indonesia Environment Talks 2020 Seri ke-3 yang dilaksanakan dalam jaringan.

Kegiatan yang dilaksanakan pada Selasa (9/6/2020) lewat konferensi video ini, bekerja sama dengan World Resources Institute (WRI) Indonesia serta Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network), membawa pesan utama Build Back Better.

Menurut Mahawan, komitmen reduksi gas rumah kaca Indonesia sebesar 0,83 Giga ton CO2 ekuivalen dengan kemampuan sendiri dan 1,08 Giga ton CO2 ekuivalen dengan kemitraan internasional pada tahun 2030.

Baca juga: Kamuflase Informasi Deforestasi Indonesia

Diprediksikanapai 2,87 Giga ton CO2 ekuivalen jika tanpa tindakan nyata.

Apabila dibagi rata untuk 34 provinsi, maka masing-masing provinsi memilik jatah reduksi emisi sebanyak 24,5 mega ton CO2 ekuivalen dengan kemampuan sendiri, dan 31,8 mega ton CO2 ekuivalen dengan kemitraan internasional.

Tentu saja hal ini tidak dapat diterapkan karena kondisi daerah yang berbeda-beda, bahkan dapat menghentikan kegiatan sosial dan ekonomi jika emisi provinsinya mendekati angka tersebut.

“Solusinya adalah perlu adanya pertimbangan kondisi daerah, baik aspek lingkungan, sosial, dan ekonominya serta kesepakatan pemangku kepentingan pada aspek tersebut.”

“Oleh karena itu masing-masing daerah akan berbeda target-target aksi iklimnya, dan hal ini memunculkan konsep bottom up,” tuturnya.

Dia menyatakan, ada tiga pendekatan bottom up aksi iklim daerah, khususnya mitigasi gas rumah kaca, pertama pendekatan ekonomi.

Pertama, diperkirakan jatah emisi pada tahun 2030 sekitar 100 ton CO2 ekuivalen per satu miliar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Baca juga: Di Global Landscapes Forum, Siti Nurbaya Sebut Covid-19 Persoalan Multifaset

Kedua, dengan pendekatan sosial, diperkirakan jatah emisi pada tahun 2030 sekitar 6 ton CO2 ekuivalen per jiwa penduduk Indonesia.

“Ketiga adalah pendekatan karbon netral, dimana jatah emisi tidak melampaui kemampuan penyerapan karbon oleh ekosistem daratan dan perairan di wiayah masing-masing,” pungkas Mahawan.

Turut hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut yaitu Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kesehatan Nur Masripatin, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Hageng Suryo Nugroho, dan Direktur WRI Indonesia Tjokorda Nirarta Samadhi. (*)