70% Sampah di Laut Berasal dari Daratan

Ada lima jenis sampah plastik yang mendominasi di lingkungan, yaitu kantong plastik sekali pakai, pet botol, sedotan, styrofoam, dan sachet. Foto : Greeners.Co
Ada lima jenis sampah plastik yang mendominasi di lingkungan, yaitu kantong plastik sekali pakai, pet botol, sedotan, styrofoam, dan sachet. Foto : Greeners.Co

TROPIS.CO, JAKARTA – Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 70% sampah di laut berasal dari daratan (land based mangement), sisanya 30% berasal dari kegiatan di laut (sea based management).

Di tahun 2016, timbulan sampah sebesar 65 juta ton dengan estimasi timbulan sampahnya adalah 0,7kg /hari.

Komposisi sampah nasional didominasi oleh sampah organik sebesar 57%, sampah plastik sebesar 16%, dan sampah kertas 10%, sisanya 17% adalah sampah lainnya.

Ada peningkatan timbulan sampah plastik pada tahun 2013 sebesar 14% menjadi 16% pada tahun 2016 dan penurunan timbulan sampah organik nasional dari 60% menjadi 57%.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih suka menggunakan produk-produk dengan kemasan sekali pakai seperti styrofoam, plastik sekali pakai atau produk-produk dengan pembungkus sachet yang sulit untuk diolah.

Ada lima jenis sampah plastik yang mendominasi di lingkungan, yaitu kantong plastik sekali pakai, pet botol, sedotan, styrofoam, dan sachet.

Tak heran, isu sampah merupakan isu nasional bangsa Indonesia, terutama kota-kota besar karena timbulan sampah yang semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk.

Lantas kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia (life style) yang ingin kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya berdampak kepada semakin beragamnya jenis sampah yang dihasilkan.

Hal ini diperparah dengan tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah menyebabkan sampah belum dapat dikelola secara optimal disumbernya, banyak sampah yang tercecer ke lingkungan dan berakhir di laut.

Sumber utama sampah nasional yaitu 36% dari kegiatan rumah tangga, sehingga pendekatan pengelolaan sampah harus dilakukan melalui pengelolaan sampah di sumbernya berbasis partisipasi masyarakat

Caranya dengan membangun kesadaran masyarakat (mindset) guna menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) melalui pembangunan bank sampah di wilayah permukiman masyarakat.

Bank sampah merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sampah melalui partisipasi masyarakat dengan memilah dan mengolah sampah di sumbernya (social engineering).

Pemerintah memandang perlu untuk membangun mentalitas bangsa yang peduli terhadap lingkungan dan bertangung jawab terhadap sampah yang dihasilkannya melalui bank sampah.

Data KLHK tahun 2017, menunjukkan jumlah bank sampah sudah mencapai 5.244 yang tersebar di 31 provinsi dan 218 kabupaten/kota dengan sampah terkelola terbanyak adalah sampah plastik sebesar 40,79%, sampah terbesar kedua di bank sampah yaitu sampah kertas sebesar 33,43%, alumunium/besi/seng sebesar 21,74%, dan selebihnya adalah sampah logam, kaleng dan sampah lainnya.

Jika dilihat dari volumenya, bank sampah memberikan kontribusi terhadap pengurangan sampah nasional sebesar 1,7% (1.389.522 ton/tahun) dengan income rata-rata sebesar Rp1.484.669.825 per tahun.

Jumlah ini relatif masih kecil namun optimis untuk terus ditingkatkan.

Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK mengadakan Rapat Koordinasi Nasional Bank Sampah ke-5 di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Senin (3/12/2018).

Acara ini dihadiri oleh 800 peserta dari perwakilan bank sampah, Dinas Lingkungan Hidup provinsi dan kabupaten/kota, dunia usaha, perguruan tinggi, dan asosiasi dari 365 kabupaten/kota dan 34 provinsi di Indonesia.

Tema yang diambil dalam Rakornas Bank Sampah ke-5 ini adalah “Revolusi Mental Pengelolaan Sampah melalui Pelibatan Masyarakat Berbasis Bank Sampah”.

Program ini merupakan kegiatan rutin KLHK setiap tahunnya sebagai wadah komunikasi dan silaturahmi nasional para pelaku bank sampah di seluruh Indonesia dengan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daaerah, dunia usaha, dan asosiasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup, khususnya masalah persampahan.

Pengembangan bank sampah di Indonesia harus dilakukan secara terintegrasi untuk mengelola tidak hanya sampah anorganik, tetapi juga sampah organik dan membangun jejaring serta koordinasi dengan beberapa pemangku kepentingan (multi stakeholder), baik masyarakat, produsen, dunia usaha, asosiasi, perguruan tinggi dan pastinya pemerintah.

Dibutuhkan komitmen bersama untuk membangun bangsa yang bersih dan sehat melalui pengelolaan sampah yang baik dan benar .

Outcome yang ingin dicapai dari Rakornas Bank Sampah ini adalah bertambah dan berkembangnya jumlah Bank Sampah di Indonesia, sehingga tumbuh kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah disumbernya dan dikelola lebih lanjut di bank sampah melalui prinsip 3R (reduce,reuse,recycle).

Dengan begitu diharapkan dapat menumbuhkan ekonomi kerakyatan (circular economy), usekaligus mendukung pencapaian target pengelolaan sampah nasional sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jakstranas), yaitu 100% pengelolaan sampah pada tahun 2025, melalui 30% pengurangan sampah di sumber dan 70% penanganan sampah. (jos)