Proyek Strengthening of Social Forestry Telah Percepat Pengembangan Perhutanan Sosial

Upaya percepatan pengembangan program Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektar hingga akhir 2030,terus dilakukan. Salah satunya melalui proyek atau Strengthening of Social Forestry , berbantuan Bank Dunia, pada lima kabupaten di 4 provinsi yang sudah dimulai sejak 2020 dalam durasi 5 tahun, hingga 2025. Presiden Joko Widodo, sangat perhatian terhadap program Perhutanan Sosial ini, dan selalu melakukan dialog terbuka dengan masyatakat anggota kelompok tani hutan. Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial, bekerja keras agar target ini bisa direalisasikan tepat waktu, tepat angka dan tepat sasaran.

TROPIS.CO, JAKARTA – Proyek penguatan perhutanan sosial atau Strengthening of Social Forestry in(SSF), di Indonesia) yang mendapat support pendanaan dari Bank Dunia, senilai US$14 juta,  telah berhasil mempercepat  pegembangan program perhutanan sosial, setidaknya di lima kabupaten- kota di 4 provinsi yang manjadi lokasi target proyek pengembangan Perhutanan  Sosial.

Direktur Penyiapan  kawasan Perhutanan Sosial, Ditjen  Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Syafda Roswandi  menjawab TROPIS.CO, menjelaskan,  bahwa sejak proyek SSF digelar,  September 2020,  pemberian persetujuan perhutanan sosial,luasannya meningkat signifikan. Luasannya hingga akhir  2022,  telah mencapai 186.647 hektar.  Padahal kondisi awalnya atau baseline, baru sekitar 60 ribu hektar.

Tidak sebatas persetujuan, lanjut Syafda,  areal Perhutanan Sosial yang dikelola secara lestaripun  ikut meningkat.  Akhir  tahun lalu, sudah mencapai 74.550 hektar.  Walau memang, capaian ini masih di bawah target, yakni masing masing  300.000 hektar.  “ Pada tahun ini proyek  SSF, baik berupa pemberian  persetujuan maupun  areal yang dikelola, masing  masing diharapkan bisa mencapai  113,3 ribu hektar  dan  225,45 ribu hektar,”kata Syafda lagi.

Proyek ini  tersebar di 5 kabupaten di 4 provinsi, yakni di  Limapuluh kota, Sumatera Barat,  di Lampung Selatan, Lampung, di Halmahera Barat,  Maluku Utara,  Dan dua kabupaten lainnya,  di Dompu dan Bima, Nusa Tenggara  Barat.  Hanya memang kalau di Bima,ini mencakup kabupaten dan kota.

“Kegiatan pemberian akses Kelola persetujuan PS tidak terbatas di 5 Kabupaten  atau Kota lokasi proyek, namun telah di scaling up pada tingkat provins,”lanjutnya.

Dan dalam proyek yang berdurasi 5  tahun, sampai  Juni 2025 ini,  kini setidaknya,  telah memberikan manfaat  bagi sedikitnya  66.349 kepala keluarga, atau kurang  lebih  265.396  jiwa, dari target  150 ribu orang. Dari jumlah itu, ada sekitar  18 persen penerima manfaat adalah  kaum perempuan, dari  target  30 persen.

Suatu yang cukup membanggakan, unkap  Syafda, proyek  SSF ini juga telah berkontribusi terhadap pengendalian perubahan  iklim. Walau kini masih dianalisa,  berapa besar tingkat capai Gas Rumah Kaca yang termitigasi, namun diyakini  tidak kurang dari yang ditargetkan, yakni  9,2 juta Mton CO2e.

Dijelaskan Syafda,  indikator suksesnya  proyek  yang bertujuan  meningkatkan hak akses dan memperkuat manajemen masyarakat dalam penggunaan kawasan hutan di area prioritas tertentu yang dialokasikan untuk perhutanan sosial,  bila luas areal  yang dikelola, dan sesuai dengan praktek  pengelolaan lanskap berkelanjutan,  setidaknya  300 ribu hektar, dan masyarakat penerima manfaat, itu tadi, setidaknya  150 ribu orang.

Adapun  terkait dengan kegiatan paska persetujuan,  pada  tahun  2022,  telah dilaksanakan penandaan batas pada 38 KPS,  pada persetujuan seluas 6.814 Hektar.  Kemudian melakukan penyusunan RKPS pada 134 kelompok dengan persetujuan seluas 74.550 Ha.

Tahun 2023,  jelas Syafda, penandaan batas ini ditargetkan pada 242 KPS seluas 120.504 Hektar.  Dan ada 146  KPS – Kelompok Perhutanan Sosial pada areal seluas  seluas 52.768 Hektar untuk penyusunan RKPS.   Pada tahun 2022 kemarin,  juga  telah terfasilitasi pembentukan 218 KUPS blue, 93 Silver, dan 12 Gold. “Kita harapkan , hingga  akhir proyek  akan  terbentuk 133 KUPS Gold dan 27 KUPS Paltinum”.

Ada sejumlah inovasi lain yang dipaparkan Syafda dalam  proses percepatan akses kelola Perhutanan  Sosial.  Pertama,  menjadikan kerja bareng jemput bola  atau Jareng Jebol, sebagai suatu kerja kolaborasi antara pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Kementerian dan Lembaga lain dengan Pemerintah Kabupaten, Kecamatan dan Desa.

Berikutnya, mengembangkan sejumlah aplikasi  sebagai database;  pengorganisasian data, monitoring dan evaluasi, dan menjadikannya  sebagai sebuah tools untuk mempermudah proses kerja,  sesuai dtata laksana. “Data capaian PS juga sudah terintegrasi dalam IGT KLHK yang dapat diakses melalui aplikasi SIGAP yang dikembangkan oleh Ditjen PKTL,”kata Syafda Roswandi.