AMAN, KPA, dan WALHI Luncurkan Dana Nusantara untuk Perkuat Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal

Solidaritas Lintas Gerakan

Penekanan lain disampaikan oleh Dewi Kartika, Sekjen KPA.

Baca juga: Integrated Area Development, Cegah Urbanisasi dan Tingkatkan Ruralisasi

Menurutnya, peluncuran Dana Nusantara ini menjadi momentum untuk menunjukkan solidaritas lintas gerakan dari masyarakat adat, reforma agraria, dan lingkungan.

“Dana Nusantara juga akan membantu komunitas dari sisi penguatan organisasi dan juga membangun kemandirian ekonomi,” ujarnya.

Lebih jauh, Dewi menyampaikan bahwasanya gagasan pembentukan Dana Nusantara juga melalui proses partisipatif di tingkat komunitas.

Di mana, ketiga lembaga melakukan proses konsultasi dengan komunitas anggotanya yang tersebar di berbagai wilayah yang dilakukan pada medio pertengahan hingga akhir 2022.

Baca juga: Wapres KH Ma’ruf Amin: PSR Kunci Ketahanan Pangan dan Energi Masa Depan

Hingga akhirnya, per Desember 2022, uji coba implementasi Dana Nusantara telah didistribusikan ke 30 komunitas masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia.

“Masyarakat adat dan komunitas lokal adalah kelompok masyarakat yang memahami tentang bagaimana menjaga lingkungan.”

“Telah terbukti dari generasi ke generasi menjadi garda terdepan dalam menjaga lingkungan, kami percaya bahwa di tingkat komunitas akan mampu mengelola dukungan Dana Nusantara dengan baik,” tuturnya.

Mekanisme pendanaan secara langsung pada masyarakat adat dan komunitas lokal tanpa melalui perantara ini merupakan bagian dari komitmen Indigenous Peoples and Local Communities (IPLCs) Forest Tenure Pledge pada Climate Change Conference 26 (COP26) di Glasgow pada 2021 lalu.

Baca juga: Mendorong Keterlibatan Masyarakat Perdesaan Hasilkan Minyak Sawit Berkelanjutan

Dalam forum tersebut, sejumlah lembaga donor dan filantropis berkomitmen untuk meningkatkan dukungan langsung untuk masyarakat adat dan Komunitas lokal yang mencapai senilai US$1,7 miliar, sebagai bagian dari upaya global untuk mengembalikan hilangnya hutan dan degradasi lahan.

Sebagai negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, Indonesia diharapkan mampu menjadi penyangga bumi dan sekaligus menjawab tantangan perubahan iklim saat ini.

Tidak sedikit, masyarakat adat dan komunitas lokal telah merasakan dampak dari krisis iklim yang berimbas ke perekonomiannya.

“Dana Nusantara dibutuhkan untuk memberikan dukungan pada masyarakat adat dan masyarakat lokal yang selama ini telah membangun ekonomi, pemulihan lingkungan, menjaga hutan, dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim,” ungkap Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif WALHI.

Baca juga: DKP Ajak Masyarakat Berperan Lestarikan Lingkungan Laut

Zenzi meyakini, bahwa dukungan Dana Nusantara kepada masyarakat adat dan komunitas lokal untuk merespon perubahan iklim akan memiliki dampak positif bagi Indonesia.

Menurutnya, ketika masyarakat adat dan komunitas lokal mampu dan semakin luas menjaga alam dan sumber-sumber pangannya, maka masyarakat Indonesia dan global akan menikmatinya.

“Udara bersih yang kita hirup, pangan yang kita nikmati, karena masyarakat adat dan komunitas lokal mampu menjaga bumi dan memproduksi pangan bagi kita,” tegasnya.

Dalam menjalankan program dukungan kepada masyarakat adat dan komunitas lokal, Dana Nusantara memegang prinsip yang berbasis masyarakat, akuntabilitas, kesetaraan, fleksibilitas, inklusif dan transparan, serta penghormatan atas HAM.

Baca juga: Food Estate Banyak Mudaratnya daripada Manfaatnya

Ada pun target yang ingin dicapai dari Dana Nusantara adalah meningkatkan pemetaan Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, dan Lokasi Prioritas Reforma Agraria sebesar 20 juta hektare, pendaftaran tanah dan wilayah masyarakat adat dan komunitas lokal seluas 7,8 juta hektare, hingga rehabilitasi dan restorasi 3,5 juta hektare wilayah serta lahan masyarakat adat dan komunitas lokal.

Selain itu, Dana Nusantara juga ingin mewujudkan berbagai model produksi, distribusi dan konsumsi yang berkeadilan dan berkelanjutan, membentuk pusat-pusat Pendidikan Rakyat.

Target-target tersebut setidaknya akan berdampak langsung pada sedikitnya 30 juta orang atau setidaknya 11 persen dari total penduduk Indonesia dan berdampak pada 30 juta hektare hutan dan lahan, atau 1/6 dari total luas daratan Indonesia. (*)