Bukan Food Estate, Pemberdayaan Keanekaragaman Pangan Lokal Solusi Hadapi Ancaman Krisis

Food Estate Berpotensi Perbesar Terjadinya Krisis Pangan

Penanaman singkong pada megaproyek food estate atau lumbung pangan telah dilaksanakan pada tahun 2021 di atas lahan sekitar 300 hektare, di Desa Tewai Baru, Kalimantan Tengah.

Sayangnya, karakteristik tanahnya berpasir sehingga kurang memadai untuk mendukung upaya bercocok tanam. Panen singkong milik warga tidak sesuai harapan karena ukurannya kerdil.

Umbi singkong yang dihasilkan juga berasa pahit yang mengindikasikan adanya kandungan sianida yang tinggi dan berbahaya bagi tubuh manusia.

“Penanaman singkong butuh melihat kesesuaian dengan ekosistem lokalnya. Di beberapa tempat, singkong dapat tumbuh subur. Tetapi jika tidak bisa tumbuh dengan baik, maka seharusnya tidak dipaksakan untuk tetap ditanam.”

Baca juga: Kelapa Sawit Berkontribusi pada PDB Perkebunan Terbanyak

“Karena itulah, kita tidak bisa menyelesaikan masalah ketahanan pangan dengan produksi secara menyeluruh untuk kebutuhan global.”

“Setiap ekosistem, dan masyarakat lokal, memiliki kompatibilitas dengan jenis-jenis pangan tertentu juga,” ungkap Angga.

Di samping lahan yang tidak sesuai, Iola kembali menyoroti keterbukaan data mengenai lokasi dan luasan area food estate yang tidak transparan ke publik, baik dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian, maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Food estate kali ini diperkirakan masih akan berdiri di atas satu juta hektare lahan eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) 1995 di Kalimantan Tengah.

Baca juga: GAPKI dan Kementan Salurkan Bantuan untuk Korban Gempa Cianjur

“Dari keseluruhan wilayah tersebut, 64 persen atau sekitar 883.000 hektare merupakan area Fungsi Ekosistem Gambut (FEG) yang berstatus lindung.”

“Apabila wilayah ini dibuka dengan mengabaikan karakteristik dan tata kelola lahan yang berkelanjutan, maka akan mengakibatkan kebakaran hutan, banjir, membuat tanah dan air di sekitarnya tercemar, serta melepaskan emisi karbon yang sangat besar,” kata Iola.

Iola menyoroti kemerosotan angka tutupan hutan di lokasi food estate. Tutupan pohon seluas lebih dari 3.700 hektare dilaporkan hilang di Kabupaten Pisau, Kabupaten Kapuas, dan Kabupaten Gunung Mas di Provinsi Kalimantan Tengah selama periode Januari 2020 hingga Maret 2022 tiga kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah .

“Pemerintah berusaha mengatasi krisis pangan dengan pembukaan lahan demi program food estate, yang notabene akan menyebabkan krisis iklim seiring dengan peningkatan angka deforestasi.”

Baca juga: PT Sari Lembah Subur Raih Penghargaan Mitra Bhakti Husada

“Konsekuensinya, krisis iklim justru akan membuat krisis pangan semakin menjadi-jadi,” pungkasnya. (*)