Tantangan Perkebunan Sawit Rakyat dan Rilis Buku Panduan Sawit: Perkebunan Sawit Rakyat

Kolaborasi

Diungkapkan Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Sunari, hampir separuh perkebunan kelapa sawit indonesia adalah perkebunan petani swadaya, mereka hadir di setiap pulau di Indonesia.

Baca juga: Mentan: Ada 3,65 Juta Hektare Lahan Bersertifikat ISPO Hasilkan 22 Juta Ton CPO

Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki luas lahan terbesar, termasuk wilayah timur indonesia seperti Sulawesi, Maluku dan Papua kehadiran mereka juga cukup nyata.

Sebab itu kata Sunari, pemerintah telah melakukan upaya strategis dalam meningkatkan kinerja sektor sawit, hanya saja kata dia, persoalan utama yang dihadapi sektor sawit saat ini adalah menurunnya harga CPO yang juga pada berdampak pada kesejahteraan petani.

Guna memperbaiki kondisi ini dan meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, beberapa inovasi program perlu dilakukan dalam jangka pendek dan panjang untuk mengatasi masalah tersebut.

Pertama, perbaikan dukungan utk petani sawit rakyat melalui peningkatan ketepatan sasaran dan pendataan petani sawit rakyat.

Baca juga: Indonesia Tegaskan pada Uni Eropa, Sawit Ramah Lingkungan

Kedua, dukungan perbaikan rantai pasok petani sawit rakyat, peningkatan daya saing, semisal melakukan perbaikan tata kelola pasokan dari petani ke PKS, daya saing PKS dan perbaikan infrastruktur logistik.

“Lantas ketiga, penyediaan layanan informasi kepada petani sawit rakyat atau penyediaan referensi harga TBS dan aplikasi petani sawit,” katanya dalam Diskusi online Ngopi Sawit dan Launching Buku Panduan Sawit: Perkebunan Sawit Rakyat, yang diterbitkan InfoSAWIT didukung BPDPKS, Kamis (10/11/2022).

Sementara diungkapkan Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, secara umum terdapat tiga tantangan yang dihadapi industri sawit nasional.

Pertama, bersama-sama berkolaborasi dalam rantai pasok kelapa sawit, semisal dengan tetap menjaga kinerja perkebunan kelapa sawit sehingga tingkat kesejahteraan petani sekitar kebun sawit juga tetap terjaga bahkan terangkat, kendati dengan kondisi ekonomi global yang masih belum menentu.

Baca juga: Bambang: Media Penting dalam Dukung Pertumbuhan Industri Sawit Indonesia

Lantas tantangan kedua ialah terkait keberlanjutan, terlebih dari total produksi minyak sawit Indonesia mencapai 53 juta ton sekitar 70 persen produk kelapa sawit Indonesia di ekspor, sementara 30 persen diserap di tingkat domestik.

Di mana pasar utama minyak sawit adalah India, Tiongkok, Uni Eropa dan Pakistan.

“Untuk pasar Uni Eropa menuntut sustainability, namun demikian persyaratan aspek keberlanjutan menjadi keniscayaan supaya bisa bertahan.”

“Sustainability ini memastikan kelapa sawit tetap eksis dan berkelanjutan, terlebih pemerintah sudah komit untuk tidak menambah lahan, kendati produktivitas sawit rakyat masih menjadi PR besar,” kata Tofan.

Baca juga: Apindo: Pemerintah Harus Hati-Hati Buat Kebijakan Terkait Industri Sawit

“Tantangan ketiga ialah terkait kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, lantaran kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bisa berdampak serius terhadap industri, sebab itu kita harus sering duduk bersama,” tuturnya.

Lantas Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, mengungkapkan bahwa sampai saat ini kondisi petani kelapa sawit, utamanya petani sawit swadaya tidak mengalami perubahan, kendati pemerintah telah menerbitkan beragam kebijakan.

“Apakah semua kebijakan itu meningkatkan jumlah petani swadaya di Indonesia,” ungkap Darto.

Sebab itu kedepan membangun kemitraan adalah dengan membangun kemitraan yang menguntungkan dan sejajar.

Baca juga: Mendesak Agenda Politik Hadapi Katastropi Iklim

Lantaran dalam konteks kemitraan petani mesti adil, dan menguntungkan secara bersama baik petani maupun pabrik kelapa sawit.

“Selama ini apakah kemitraan petani sudah seimbang dan sejajar, adil dan menguntungkan? Apakah pabrik sawit bersedia membagi saham kepemilikannya dengan petani?” tutur Darto.

Sampai saat ini juga, menurut Darto, petani masih belum memiliki daya tawar tinggi dan tidak bisa menentukan harga TBS Sawit nya, serta bagaimana posisi tawar koperasi dengan pabrik sawit.

“Ke depan berikanlah kesempatan masyarakat untuk mengelola kelapa sawit, ini butuh kebijakan yang nyata,” pungkas Darto. (*)