TROPIS.CO, JAKARTA – Di tahun 2022, industri sawit Indonesia mengalami dinamika pasang surut yang sangat menarik banyak perhatian masyarakat.
Meningkatnya harga dan kelangkaan minyak goreng di awal tahun mewarnai pemberitaan media massa, perang Rusia dan Ukraina memberikan gelombang besar pada perdagangan minyak bumi dan minyak nabati dunia.
Pelarangan ekspor minyak sawit sementara oleh pemerintah Indonesia, serta harga minyak sawit melambung tinggi tetapi tidak dapat dinikmati oleh industri minyak sawit Indonesia sebagai dampak dari pelarangan ekspor sementara.
Dalam situasi dunia yang mulai berangsur pulih dari pandemi Covid-19, kini dunia dihadapkan pada resesi ekonomi di berbagai belahan dunia, beberapa negara bahkan telah memasuki resesi ekonomi.
Baca juga: Astra Agro Kampanyekan Kebaikan Kelapa Sawit pada Para Siswa Sekolah Dasar
Beberapa negara juga dalam ancaman kelaparan sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan perhatian khusus terhadap ancaman krisis pangan dan energi.
Selain itu, dunia sedang dibayangi isu resesi global yang diprediksi bakal terjadi di tahun 2023 mendatang.
Di tengah kondisi dunia yang dinamis dan tak pasti ini, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menggelar secara offline “18th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2023 Price Outlook”, 2 hingga 4 November 2022, di Bali International Convention Center, Westin Resort, Nusadua, Bali.
IPOC kali ini dengan mengusung tema “New Landsacpe in World Vegetable Oil : Opportunities and Challenges for Palm Oil Industries.”
Baca juga: Layakkah Lahan Gambut Digunakan untuk Perkebunan Kelapa Sawit?
“Pada penyelenggaraan acara tahunan GAPKI ini, IPOC 2022 ini akan membahas situasi geopolitik dan ekonomi global terkini.”
“Selain itu, IPOC secara khusus memberikan informasi perkembangan industri sawit Indonesia dan global terkini juga menganalisis tren harga minyak sawit ke depan,” tutur Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (12/10/2022).
