Ini 5 Implementasi Keberhasilan Konservasi Satwa Liar di Indonesia

TROPIS.CO, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memaparkan 5 implementasi keberhasilan upaya konservasi melestarikan satwa liar di bumi dalam acara International Conference on Wildlife Conservation, 13-15 September 2022 di Jakarta.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menjelaskan, pemerintah Indonesia secara regional dan global, telah melakukan upaya besar untuk menjawab tantangan dalam melestarikan satwa liar.

Menurut Alue Dohong, konservasi satwa liar mengacu pada praktik dalam melakukan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari sesuai prinsip World Conservation Strategy terhadap spesies liar dan habitatnya. Dengan meningkatnya risiko kepunahan spesies secara global dan dalam konteks konservasi satwa liar, perlu diambil langkah-langkah untuk membalikkan status terancam suatu spesies dan memperbaiki habitat untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya species (reverse the red).

Wamen Alue Dohong menerangkan, sedikitnya terdapat 5 implementasi semangat Reverse the Red yang telah dilakukan Indonesia dalam konservasi spesies yaitu: Pertama, selama pandemi COVID 19, Indonesia telah melepasliarkan 335.047 individu satwa liar dari banyak taksa ke habitat aslinya sebagai upaya untuk meningkatkan populasi dan variasi genetik di alam.

Kedua, melakukan penangkaran ex-situ jalak bali (Leucopsar rothschildi) dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan stakeholder terkait, serta melakukan pelepasliaran (reintroduksi) secara massif ke alam, sehingga populasi jalak bali di alam meningkat dari 15 pada tahun 2000 menjadi 452 pada tahun 2022 di Taman Nasional Bali Barat.

Ketiga, Keberhasilan penangkaran badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) secara in situ di Suaka Badak Sumatera (SRS) Taman Nasional Way Kambas yang didirikan pada tahun 1998, dan telah menghasilkan 3 ekor anak badak. Melalui program ini direncanakan setiap tahun akan lahir badak sumatera baru.

Keempat, melakukan teknologi inseminasi buatan pada populasi satwa liar dengan memasukkan sperma dari jantan ke dalam saluran reproduksi betina dengan bantuan manusia untuk menghindari depresi genetik dari populasi yang terfragmentasi/populasi kecil seperti Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran dan Badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas.

Kelima, pemantauan satwa liar menggunakan teknologi GPS Collar terhadap satwa langka gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dalam upaya mencegah adanya konflik dengan manusia, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang dilepasliarkan ke alam bebas dan pemasangan radio telemetri pada Orangutan (Pongo pygmaeus dan Pongo abelii) untuk monitoring pasca pelepasliaran di alam.

“Kami berharap kegiatan yang kami laksanakan ini menjadi wujud tanggung jawab kami dalam menjaga kelestarian hutan, konservasi dan bermanfaat bagi masyarakat. Bersama-sama, kita dapat memainkan kontribusi yang lebih berdampak untuk memastikan keberlanjutan spesies dan konservasi ekosistem. Dan kita harus siap memberikan dukungan penuh untuk memajukan tujuan ini,” kata Alue Dohong, saat membuka acara International Conference on Wildlife Conservation, di Jakarta, Selasa (13/9/2022).

Konferensi ini bertujuan untuk menunjukkan penerapan praktik terbaik seperti upaya dan inisiatif konservasi terpadu baru, mulai dari perencanaan dan kebijakannya, hingga menjadi aksi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal. Acara ini juga menyoroti cara memulihkan populasi spesies yang terancam punah dan manfaat teknologi untuk mendukung konservasi satwa liar.

Eva Volfová, Wakil Menteri Lingkungan Hidup Republik Ceko, Presidensi Ceko untuk Dewan Uni Eropa, mengatakan International Conference on Wildlife Conservation diselenggarakan dengan semangat untuk mendukung komitmen pelaksanaan Konvensi Keragaman Hayati PBB, khususnya dalam mempromosikan kerja sama internasional, regional, dan global untuk konservasi keragaman hayati dan pemanfaatan komponen-komponennya secara berkelanjutan. Hal ini juga sejalan dengan Post 2020 Global Biodiversity Framework dan implementasi EU Strategy for Cooperation di Indo-Pasifik.

“Kali ini kami mendapat kehormatan, berkat kerjasama dengan Indonesia dan dukungan dari Komisi Eropa, untuk membahas topik yang lebih detail dan tepat di kawasan yang merupakan rumah alami dari banyak spesies yang terancam punah,” tutur Eva Volfová.

Konferensi internasional ini berlangsung selama tiga hari, dengan dua hari pertama diselenggarakan sebagai konferensi hybrid di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta. Di hari terakhir, peserta akan melakukan kunjungan ke Taman Wisata Alam Angke Kapuk dan terlibat langsung dalam pelestarian ekosistem dengan menanam tanaman bakau.