Dana Bagi Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Penting Bagi Kemandirian Fiskal Kalimantan

TROPIS.CO, PALANGKA RAYA – Dana Bagi Hasil (DBH) dari perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, sangat potensial untuk mendukung kemandirian fiskal karena luasan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan lebih dari 34% dari luas perkebunan kelapa sawit secara nasional.

Hal ini disampaikan Dr. Sadino, S.H., M.H. Legal Advissor Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Borneo Forum ke-5 Tahun 2022 yang di gelar GAPKI di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Rabu (24/8/2022).

Menurut Sadino, luas kebun sawit Kalimantan mencapai 5.750.342 ha merupakan kebun sawit yang sudah eksisting dan sudah berproduksi. Meskipun sudah menghasilkan, perkebunan sawit di Kalimantan masih mengalami banyak masalah dengan klaim masuk Kawasan hutan mencapai sekitar 23% atau setara 1.308.164 ha.

Sesuai status lahan kehutanan masih berpotensi kehilangan kebun sawit karena seluas 38.925 ha, masih masuk dalam kategori Kawasan Suaka Alam (KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Hutan Lindung seluas 45.427 ha. Kebun sawit yang masuk dalam KSA/KPA dan Hutan Lindung sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

Mekanismenya melalui permohonan persetujuan melanjutkan kegiatan usaha. Persetujuan melanjutkan usaha yang diberikan oleh Menteri untuk menjalankan kegiatan usaha yang telah terbangun dan/atau beroperasi di kawasan Hutan Lindung dan/atau kawasan Hutan Konservasi hanya terbatas 15 tahun dihitung sejak dimulainya operasional.

Perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dan memiliki izin lokasi dan/atau IUP tetapi belum memiliki perizinan di bidang kehutanan di Kalimantan yang dapat dikeluarkan dari status Kawasan hutan adalah yang berada dalam status Kawasan hutan produksi.

Kebun sawit dengan luasan 77.971 ha pada Hutan Produksi Terbatas dan luasan 610.403 ha pada hutan produksi tetap dan 535.438 ha dapat dikeluarkan melalui mekanisme Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021, yaitu melalui Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri KLHK.

“Penyelesaian kebun sawit yang telah terbangun dan tidak memiliki izin lokasi dan/atau IUP dapat dilakukan dengan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan. Persetujuan penggunaan atas sebagian Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan Kawasan Hutan dengan waktu satu daur atau setara 25 tahun,” kata Sadino.

Ditambahkan dengan adanya penyelesaian melalui persetujuan melanjutkan kegiatan usaha dalam hutan konservasi, persetujuan pelepasan Kawasan hutan dan persetujuan penggunaan Kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan, tentunya kebun sawit yang eksisting saat ini akan mengalami penurunan luas dan akan berpengaruh pada berkurangnya potensi DBH dari perkebunan kelapa sawit pada waktunya.

“Pentingnya DBH dari perkebunan kelapa sawit tentunya tidak terlepas dari upaya untuk pembenahan legalitas perkebunan yang saat ini sudah eksisting. Kondisi perkebunan yang ada saat ini sebenarnya tidak murni kesalahan pelaku usaha maupun petani sawit di Kalimantan tetapi disebabkan oleh dispute regulasi yang menjadi dasar penentuan status lahan Kawasan hutan menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Pulau Kalimantan,” tegas Sadino.