Ini Solusi Petani Sawit agar Harga TBS Kembali Naik

BLT Minyak Goreng

Menurutnya, terkait minyak goreng semestinya bisa dilakukan dengan penerapan Bantuan Langsung Tunai (BLT) supaya tidak terjadi penyimpangan.

Sebab bila yang dilakukan subsidi terhadap produk atau barang, maka barang yang disubsidi akan hilang di pasaran.

Baca juga: Begini Tantangan Peremajaan Sawit Rakyat di Tanah Air

Sementara menurut pantauan Serikat Petani kelapa Sawit (SPKS) di 14 kabupaten dan lima povinsi, harga TBS Sawit terus mengalami penurunan harga yang sangat dalam.

Diungkapkan Kepala Bidang organisasi dan Anggota SPKS Sabarudin dengan adanya pencabutan sementara PE minyak sawit sesuai regulasi PMK Nomor 115/2022 belum bisa menjadi solusi dalam meningkatkan harga TBS Sawit petani.

Bahkan kata dia, pihaknya juga sedang meluncurkan petisi digital guna mencabut kebijakan pungutan ekspor dan bea keluar CPO.

Lebih lanjut tutur Sabarudin, kebijakan pencabutan ini dianggap terlambat karena harga sudah di bawah Rp 1.000 per kilogram.

Baca juga: Demi Penuhi Kebutuhan Masyarakat, Pemerintah dan Pemangku Kepentingan Minyak Sawit Harus Bekerja Sama

“Terlebih saat ini tata kelola kebun sawit ditingkat petani sudah tidak lagi diperhatikan, apalagi ada kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang juga membutuhkan dukungan dari petani kelapa sawit,” katanya.

Sabarudin juga mengingatkan, tata kelola sawit harus diperhatikan, selanjutnya harus pula dihitung Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Pertanian seberapa besar PE akan bisa menormalkan harga TBS sawit.

“Itu harus menjadi titik evaluasi penerapan kebijakan PE,” katanya.

Merujuk analisa Suaduon Sitorus, Ketua Umum Jaringan Petani Sawit Nasional, guna pemulihan harga TBS sawit ke depan setidaknya perlu ada dua langkah yang bisa dilakukan pemerintah.

Baca juga: Kebutuhan Pangan Meningkat, Inovasi Sawit Jadi Keharusan

Pertama, melakukan normalisasi rantai pasar, lantaran selama ini buffer stok CPO, yang selalu menjadi delik alasan dengan munculnya beragam kebijakan itu.

Mengatasi hal tersebut maka caranya adalah dengan mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), Flash Out (FO), dan Pungutan Ekspor (PE).

Kedua, pemerintah harus memberikan insentif kepada para pelaku ekspor dengan melakukan pengurangan nilai Bea Keluar (BK).

Saat ini yang dilakukan pemerintah bukan solusi yang tuntas lantaran dalam beleid PMK Nomor 115/2022, penghapusan PE hanya berlaku hingga 31 Agustus 2022, sedangkan per September 2022 akan diadakan kembali dan nilainya menjadi US$ 240.

Baca juga: Berkat Pemanfaatan Teknologi Digital, Astra Agro Raih Indonesia Most Acclaimed Companies Award

“Dengan beleid seperti itu akan semakin membahayakan lantaran selain ada penghapusan juga memastikan akan ada peningkatan pungutan lebih besar dari sebelumnya yang yang hanya mencapai US$ 200 per ton menjadi US$ 240 per ton.”

“Ini akan memberikan respon kepada pengusaha dengan tidak menaikan harga TBS sawit, kami melihat ini adalah solusi banci,” katanya.

Bagi petani sawit yang awam adanya penghapusan Pungutan Ekspor dianggap akan memberikan harapan.

“Kami berharap asosiasi yang ada bisa memiliki satu visi perjuangan bersama dan menuntut keseriusan pemerintah dalam menghadapi masalah petani,” katanya.

Baca juga: Begini Tantangan Peremajaan Sawit Rakyat di Tanah Air

Lantas Ketua Apkasindo Perjuangan Alvian Rahman, saat ini harga TBS Sawit telah terdampak dan harganya menutu selama tiga bulan terakhir.

“Petani sawit sudah ambruk karena kebijakan yang kurang tepat,” ungkapnya.

Saat diterapkan penghentian ekspor pada 28 April 2022, awal mula penurunan harga TBS sawit petani yang sangat drastis telah membuat pelaku usaha dan harga di tingkat bawah anjlok mengalami kepanikan serta berimbas pada aspek ekonomi petani, di mana banyak pihak yang menggantungkan hidupnya pada komoditi sawit.

Sebab itu, ujar Alvian, solusi nya adalah dengan melakukan ekspor CPO secara bertahap di mana stok di dalam negeri per Juli 2022 diperkirakan akan mencapai 8 juta ton.

Baca juga: GAPKI Ingatkan Larangan Ekspor CPO dan Turunannya Berdampak Buruk Jika Berkepanjangan

“Bila dilakukan ekspor secara sekaligus akan semakin membuat harga minyak sawit ditingkat global menurun,” ungkapkanya.

Termasuk melakukan evaluasi terhadap besaran Bea Keluar dan Pungutan Ekspor yang saat ini diterapkan.

“Kita harus belajar dari negara lain, dalam kondisi ini mereka menerapkan pajak ekspor dengan nilai yang rendah misalnya Thailand hanya sekitar 7 persen, Malaysia 3 persen, Vietnam sebesar 13 persen, sedangkan Indonesia justru menerapkan pungutan dan pajak sebanyak 60 persen,” pungkas Alvian. (*)