Atasi Anjoknya Harga TBS, Begini Saran Petani Sawit untuk Presiden Jokowi

Tuntutan Petani Sawit

Pertama, menurut Gulat, Presiden Jokowi harus mencabut DMO (domestic market obligation), DPO (domestic price obligation) dan flush out (FO) karena ketiga beban ini dianggap sudah tidak efektif pada saat ini.

Baca juga: Demi Penuhi Kebutuhan Masyarakat, Pemerintah dan Pemangku Kepentingan Minyak Sawit Harus Bekerja Sama

Kedua, Presiden memerintahkan Kementerian Keuangan untuk meniadakan pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) untuk sementara waktu atau paling tidak menurunkan PE dari US$200 menjadi US$100 dan menurunkan bea keluar dari US$288 menjadi US$100 serta menghapus flush out US$200.

“Asumsi yang digunakan adalah jika beban CPO sudah diturunkan maka harga CPO domestik akan terangkat, harga TBS kembali baik, ekspor akan kembali lanca , dan kondisi saat ini harga minyak bumi di atas harga CPO,” papar Gulat.

Ketiga, ungkapnya, untuk menjaga supaya harga CPO global tidak terkoreksi (turun) akibat ekspor (stok CPO Indonesia) maka Apkasindo menyarankan supaya pemerintah meningkatkan konsumsi CPO dalam negeri melalui memberlakukan mandatori Biodisel dari B30 ke B40, supaya ketersediaan CPO dalam negeri yang diperkirakan mencapai 7 juta ton bisa segera terserap paling tidak 3 juta ton untuk peningkatan dari B30 ke B40.

“Keempat, Presiden Jokowi memerintahkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN melakukan pengawasan melekat kepada KPBN, supaya proses tender di KPBN patuh terhadap harga referensi Kementerian Perdagangan sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 55 Tahun 2015 dan memastikan tidak ada yang mengambil keuntungan sepihak dimasa pemulihan ini.”

Baca juga: Kebutuhan Pangan Meningkat, Inovasi Sawit Jadi Keharusan

“Presiden memerintahkan Kementerian Pertanian supaya segera merevisi Permentan 01 Tahun 2018 tentang Tataniaga TBS, karena ternyata Permentan ini hanya diperuntukkan bagi petani yang bermitra.”

“Faktanya luas kebun petani yang bermitra tidak lebih dari 7 persen dari
total luas perkebunan rakyat (6,72 juta hektar), sisanya adalah petani swadaya yang melakukan usahataninya secara mandiri dan menggunakan harga referensi Kemendag untuk menjadi referensi perhitungan TBS,” pungkas Gulat ME Manurung. (*)