Zero Waste, Solusi Bersama Berperang Melawan Sampah

Sampah dan Perubahan Gaya Hidup

Peneliti yang sudah puluhan tahun meneliti limbah sampah ini dan tak kurang mengunjungi 65 negara ini menolak pembakaran sampah dan kehadiran incenerator sebagai solusi pengelolaan sampah.

Penolakan itu bermula ketika ada rencana pembangunan incinerator di dekat tempat tinggalnya di Amerika Serikat.

Paul sudah melakukan gerakannya ini sejak tahun 1985.

Hingga saat ini, setidaknya pembangunan 300 incinerator di seluruh dunia berhasil digagalkannya.

Paul telah mengampanyekan idenya ke lebih dari 63 negara, termasuk Indonesia.

Persoalan sampah terkait erat dengan gaya hidup modern sehingga mengatasi sampah tidak bisa hanya dengan teknologi yang lebih baik tapi juga perubahan gaya hidup.

Paul menolak rencana pembangunan pabrik pembakaran sampah itu dengan beberapa alasan.

Pertama, menurut Paul, incinerator membuat pengelolaan sampah tidak menjadi lingkaran ekonomi (circular economy) tapi linear economy.

Ada rantai yang terputus ketika pengelolaan sampah berakhir di pembakaran.

Padahal, sampah bisa menjadi sumber ekonomi ketika dikelola dengan benar.

Kedua, Paul melanjutkan, incinerator adalah sampah energi karena dia justru membuang lebih banyak energi.

“Lebih banyak energi bisa diselamatkan melalui daur ulang daripada dengan pembakaran,” ujarnya.

Energi yang terbuang dengan pembakaran sampah itu, misalnya untuk membawa sampah ke tempat, konsumsi bahan bakar, hingga pembakaran itu sendiri.

Kalau didaur ulang, tidak ada energi yang terbuang percuma, kita menghemat energi ketika membuat produk baru dari daur ulang.

Untuk itulah, Paul mengingatkan pemerintah lokal Indonesia untuk tidak membangun insenerator untuk menyelesaikan masalah sampah.

Daripada pemerintah menyubsidi pembangunan incinerator, lebih baik mendukung pengolahan daur ulang sampah.