Terjatuh Dalam, Karena Licinnya Minyak Goreng

GIMNI  protes atas penahanan  3 sosok eksekutif  perusahaan produsen minyak goreng oleh Kejaksaan Agung. Choasnya minyak goreng lebih dikarenakan semerautnya system tata niaga di dalam negeri, dan rendahnya pengawasan pemerintah terhadap industri minyak goreng berskala kecil. Ada tersangka yang disebut sebut sangat dekat dengan sejumlah pejabat pemerintahan, termasuk  dengan sosok pejabat yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan saat ini.

TROPIS.CO, JAKARTA – Acara buka puasa bersama, Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Gapki dengan kalangan media, di suatu Hotel Jakarta, Selasa (20/4), memang berjalan penuh hikmat.  Para undangan;  sejumlah pengurus Gakpi dan kalangan media, pun menyimak, kata demi kata  yang disampaikan penceramah.  Hingga beduk  berbuka berbunyi, dan semua hadirin melangsungkan buka puasa, suasana dan jalannya kegiatan, dapat dikatakan nyaman dan lancar.

Pada acara itu, sebagian besar pengurus pusat dan pengurus cabang  Gapki hadir.  Ketua umum, Joko Supriono pun tampak menyapa setiap  undangan yang datang.  Begitu juga Sekjen Gapki Eddy Martono dan Direktur Eksekutif, Mukti Sarjono.  Mereka sambut para undangan dengan penuh keramahan.

Mukti  Sarjono  bersama Joko Supriono duduk di meja bundar paling depan.  Mereka satu meja dengan  Ketua Harian Aprobi  Paulus Tjakrawan,   Eksekutif Gimni  Sahat Sinaga dan  Ketua  APOLIN – Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia;  Rapolo Hutabarat. Sembari mendengarkan ceramah, tampak berulangkali Sahat Sinaga berbicara pelan dengan  Joko Supriono. Pun halnya Paulus Tjakrawan berbicara dekat, bagai berbisik dengan  Rapolo Hutabarat.

Para tokoh industri minyak sawit, ikut prihatin atas kasus minyak goreng yang menjerat rekan rekan bisnisnya.Tampak  Sahat Sinaga, Ketua Harian Gimni,  Joko Supriono, Ketua Gapki,Fauzan Tjakrawan, Ketua harian Aprobi dan  Rapolo Hutabarat, Ketua Apolin,  dan Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sarjono, mereka berharap persoalan ini  cepat selesai, dan tidak berlarut larut.

Mungkin bisikan itu  berkaitan dengan tindakan Kejaksaan Agung yang menetapkan,  Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA,  Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor serta General Manager PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang, bersama  Indrasari Wisnu Wardhana, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, sebagai tersangka, dan kemudian menahan mereka di rumah tahanan Kejaksaan Agung, dalam kasus pemufakatan penerbitan persetujuan ekspor Crude Palm Oil – CPO dan RBD Olien.

Ketiga tersangka itu, dinilai  sosok sosok  yang cukup aktif dalam organisasi industri sawit.  Sebut saja misalnya,  MT  Tumanggor adalah Ketua Umum Aprobi. Begitupun dengan  PT Sitanggang,  mantan Sekjen Gapki yang kini masih aktif sebagai pengurus inti Gapki. Jadi wajar kalau dalam acara buka puasa itu, isu ini menjadi topik  bahasan kendati tidak pulgar.

Banyak yang tak menduga, bahwa MT Tumanggor yang selama ini, dikenal sangat dekat dengan sejumlah pejabat tinggi, termasuk dengan sosok yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan saat ini, masih bisa terjerat hukum.  Sejatinya, pada saat saat awal, persoalan ini sudah bisa diantisipasi.  “Kepada ST Sitanggang, saat ada kegiatan Gapki di Bogor, kami sudah mengingatkan, bahwa persoalan ini hendaknya segera diwaspadai,”ujar seorang pengurus Gapki.

“Soal kedekatan MP Tumanggor dengan sosok petinggi yang sangat berpengaruhi itu, saya sangat tahu pasti,”kata seorang pengacara yang selalu berurusan dengan perusahaan perkebunan dan industri sawit.  “MT Tumanggor, pernah mempertemukan saya dengan pejabat tersebut, pukul 24.00 WIB di Plaza Indonesia, sekitar tahun 2017, jadi dia bukan sebatas omdo,”tambahnya.

Tragisnya memang,  kini mereka harus berurusan dengan hukum, dan terpaksa  istirahat sejenak pada ruang terbatas.  “Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan  ekspor CPO dan RBD Olein,”ungkap Kejaksaan Agung, ST Burhanuddin.  Sejatinya, permohonan Persetujuan Ekspor itu ditolak karena tidak  dilengkapi persyaratan yang benar. “Mereka tidak memenuhi kewajiban  DMO dan DPO, seperti diatur  dalam Keputusan Menteri Perdagangan, No. 129 Tahun 2022 juncto No. 170 Tahun 2022,”lanjutnya.

Karena itu, para tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain  melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129/ 2022 juncto Nomor 170/2022. Dan  juga Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Olein dan UCO.

Adapun Keputusan Mendag No. 129/2022,  10 Februari 2022, ini berkaitan dengan penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan minyak  goreng di pasar dalam negeri (DMO), sebesar 20% dari total  volume ekspor CPO, RBD Olein dan UCO. Dan juga kewajiban harga jual di dalam negeri (DPO). Bahwa dalam kebijakan itu, disebutkan, harga jual  CPO di dalam negeri Rp 9.300/kg.  Sementara RBD Olein  Rp 10.300/kg.

Sedangkan Keputusan Mendag No 170/2022,  9 Maret 2022, berkaitan dengan perubahan volume DMO yang menurut Kep. Mendag No 129/2022, 20% menjadi 30% dari total ekspor CPO dan RBD Olein untuk minyak goreng dalam negeri.  Soal harga penjualan CPO dan RB Olien  dari produsen kepada pabrikan minyak goreng, tidak berubah, masih Rp 9.300/kg untuk CPO dan  Rp 10.300/kg RBD Olien.