Tanpa Menunggu Dukungan Negara Asing, Indonesia Percepat Terwujudnya FoLU Netsink

Presiden Jokowi tunjukan keseriusan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim kepada sejumlah duta negara asing yang sempat mengumbar janji pembiayaan penurunan emisi GRK, asa kesan Indonesia kian tak percaya dengan janji janji itu, karenanya melalui Kepmen 168/2022 sebagai detilnya Perpres No 68/2021 tentang FoLU Netsink, Indonesia berupaya mempercepat penurunan emisi GRK, demi kepentingan nasional.

TROPIS.CO -JAKARTA –  Ada kesan kuat, Pemerintah Indonesia kian tak percaya dengan negara maju yang hanya mengumbar janji dalam  pembiayaan pengendalian perubahan iklim tapi tidak ada kepastian.  Kesan ini tersirat dalam paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nuraya saat menjadi key not speak pada webinar keluarga alumni Univesitas Gajah Mada, Minggu ( 13/3).

Berbicara secara virtual dari lokasi Ibukota Nusantara (IKN) di Penajam,Kalimantan Timur, Menteri kelahiran Jakarta yang diusung partai  Nasional Demokrasi – Nasdem ini, mengatakan,  Indonesia akan bergerak cepat dalam mengendalikan perubahan iklim global melalui pendekatan potensi hutan dan lahan lainnya, atau FoLU, tanpa harus menunggu janji janji negara maju tanpa kepastian.

Dengan diterbitkannya  surat Keputusan Menteri LHK No 168/2022, tertanggal 24 Februari 2022 itu,  yang merupakan turunan dari Peraturan Presiden No 98/2021 tentang FoLU Netsink,  Indonesia akan semakin yakin, bakal terjadi percepatan, hingga posisi emisi yang dikeluarkan  terhadap kemampuan serap karbon, kian seimbang, bahkan  ada potensi  berlebih. Sektor FOLU ditargetkan dapat menurunkan hampir 60% dari total target penurunan emisi nasional.

“ Kepmen  168/2022, ini merupakan detilnya  Perpres 98/2021, tentang FoLU Net Sink 2030,”tandas Menteri LHK, Siti Nuraya.

Kata dia,  kebijakan ini merupakan landasan hukum bagi Indonesia dalam mempercepat tercapainya kesimbangan  daya serap karbon dengan emisi yang dikeluarkan. “kita ingin bergerak cepat, tak lagi menunggu janji janji negara maju, yang tak  ada kepastian,”lanjutnya.

Selanjutnya, setelah 2030 Sektor FOLU ditargetkan sudah dapat menyerap GRK bersamaan dengan kegiatan  penurunan emisi GRK dari aktivitas transisi energi atau dekarbonisasi serta kegiatan eksplorasi sektor lainnya, tidak terkecuali sektor pertanian, untuk mencapai netral karbon/net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Melalui Kepmen 168, maka operasional pelaksanaan FOLU Net Sink 2030 akan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan hutan lestari, serta tata kelola lingkungan dan karbon. Kepmen ini didalamnya memiliki dua lampiran.

”Target utama tetap fokus pada upaya mengurangi deforestasi dan degradasi hutan. Meski tantangannya sangat tidak mudah, namun kita akan terus bekerja meletakkan pondasi pembangunan lingkungan berprinsip sustainability, yang telah menjadi tuntutan masyarakat/publik dalam upaya pembangunan sosio-ekonomi untuk kebutuhan masa kini, tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang dengan memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,” tegas Menteri Siti.

Konsep netral karbon atau net-zero emission dijelaskan sangat berbeda dengan konsep zero deforestation yang banyak dianut Negara maju dalam kondisi Net-zero Population Growth (ZPG). Karena sejarah masa lampaunya Negara maju telah melakukan deforestasi yang tinggi disaat population growth sedang tinggi-tingginya. Pada masa itu negara maju membangun tanpa memberi input kebijakan yang menukik dalam menurunkan deforestasi secara drastis.

Disinilah beda antara zero deforestation dan net zero deforestation, dimana setelah hutan negara-negara non population growth tersebut habis hutannya, lalu pindah sebagai drivers deforestasi di Indonesia, baik yang dilakukan langsung oleh perusahaan-perusahaan mereka maupun oleh rantai pasokan industri mereka.

”Konsep netral karbon atau net-zero emission sudah dimulai oleh Indonesia dengan berperan aktif melalui ‘leading by example’ untuk pengendalian perubahan iklim. Leading by example itu ditunjukkan dengan Langkah-langkah korektif selama 5-7 tahun ini. Berbagai upaya telah membuahkan hasil, dan ini memerlukan sistematika untuk lebih baik lagi,” kata Menteri Siti.

Indonesia telah berhasil menurunkan angka deforestasi sampai titik terendah dalam sejarah (2019 ditekan sampai lk 115 ribu ha), sekaligus menekan kebakaran hutan dan lahan pada level serendah mungkin dalam dekade ini.

Telah dilakukan moratorium permanen hutan alam primer dan gambut seluas lebih dari 66 juta Ha; restorasi dan perbaikan tata air gambut 3,4 juta Ha beserta penataan regulasinya; rehabilitasi DAS; pengelolaan hutan lestari melalui pengendalian hutan tanaman 14 juta Ha, pengelolaan perhutanan sosial melalui praktik  agroforestry seluas 4,7  juta Ha sampai dengan tahun 2021.

Selain itu menjaga areal High Conservation Value Forest (HCVF) tinggi di wilayah konsesi kehutanan seluas 2,7 juta Ha; penegakan hukum (Law Enforcement) melalui pengawasan yang semakin ketat dan regulasi yang semakin kuat; langkah-langkah menuju penguatan data dan informasi sumber daya hutan bersifat keruangan, yang berkualitas dan terintegrasi sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan.

”Kita perlu bersama-sama dan saling berkolaborasi guna memastikan implementasi rencana operasional FOLU Net Sink 2030 berjalan dengan baik. Saya melihat pentingnya diskusi-diskusi kampus seperti yang dilaksanakan Kagama untuk memberikan koridor ilmu terkait pengelolaan sumberdaya alam lingkungan Indonesia,” tutup Menteri Siti.( Trp -01)