TROPIS.CO, JAKARTA – Indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) Indonesia, dalam kurun 2021 ini, mengalami penurunan peningkatan yang cukup signifikan, mencapai 2,56 poin. Penurunan ini diyakini sebagai dampak dari mulai normalnya aktivitas ekonomi masyarakat, hingga sangat mempengaruhi indeks kualitas udara, indeks kualitas air, indeks kualita air laut serta indeks kualitas lahan.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sigit Reliantoro menyebutkan, 4 faktor; udara, air, air laut dan indeks lahan, adalah penentu dalam membentuk niklai indeks kualitas lingkungan hidup.
“Dan dalam setahun terkhir, membaiknya IKLH, lebih banyak disumbang oleh Indeks Kualitas Udara dan Indeks Kualitas Air laut (IKAL),”katanya dalam paparan Refleksi akhir tahun di Jakarta, Selasa, (21/12).
Walau pengukuran nilai indeks IKAL baru dilakukan 2 tahun terakhir, namun diakui Sigit Reliantoro memiliki daya respon landbase yang baik.
Dari grafik perkembangan indeks kualitas lingkungan hidup yang disampaikan Sigit Reliantoro, memang menunjukan nilai indeks kualitas lingkungan hidup, selama 2021, naik 1,16 poin ketimbang 2020. Namun bila memperhatikan pertumbuhan indeks 2020 terhadap 2019, yang naik 3,72 poin hingga mencapai 70,27 poin dari 68,71 poin, ini berarti telah terjadi penurunan peningkatan nilai indeks, 2021 terhadap 2020.
Diakui Sigit, membaiknya indeks kualitas lingkungan hidup dalam 2 tahun terakhir, sangat berkorelasi dengan aktivitas ekonomi yang sangat rendah, dimana pada tahun 2020 kemarin itu, pandemic covid’19 telah menyebabkan organ ekonomi tidak bergerak, dan masyarakatpun tidak bisa beraktivitas optimal. Udara di Jakarta menjadi biru, begitu juga di sejumlah sungai sungai yang berhasil dideteksi, terjadi perbaikan kualitas yang sangat signifikan.
Namun kini, ada sedikit perubahan dari kondisi kualitas lingkungan hidup tersebut, seiring dengan kembali normalnya aktivitas. “ Ada indikasi peningkatan indeks kualitas menurun, walau bila kita lihat, Alhamdulilah tahun ini, masih terjadi peningkatan IKLH,”kata Sigit Reliantoro dalam refleksi yang dimoderatori Tenaga Ahli Menteri (TAM) yang juga mantan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.
Indeks kualitas udara, dalam dua tahun terakhir, memang cenderung membaik. Bila 2 tahun sebelumnya, 2019, berada pada posisi 86,56 poin, membaik menjadi 87,21 poin. Walau memang, juga mengalami penurunan peningkatan di 2021 dengan hanya bertumbuh, 87,23 poin.
Secara nasional capaian IKU ini sebesar 103,60%, artinya diatas target yang ditentukan. Dan disebutkan dari 34 provinsi, 28 diantaranya, telah memenuhi target dan 6 lainnya masih berada di bawah target.
Begitupun dengan IKAL, Pertumbuhan secara nasional sangat signifikan, dari 68,94 poin menjadi 81,03 poin. Walau memang, ada disejumlah provinsi yang nilai indek turun. Sebut saja misalnya, Papua, Kepulauan Riau, Aceh, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat. Namun pertumbuhan nilai IKAL kian membaik, juga cukup signifikan. Seperti; Banten, Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jogjakarta.

Membaiknya, tingkat kualitas air laut, sangta tak seiring dengan perkembangan Indeks Kualitas Air (IKA). Bila grafik IKAL cernderung meninggi, IKA justru sebaliknya, cenderung menurun, bahkan poisisinya masih di bawah Indeks Kualitas Lahan. Tahun ini, walau lebih baik ketimbang 2 tahun sebelumnya yang hanya, 52, 62 poin dari target 55poin, IKA hanya bertahan pada nilai 53,33 poin, sedikit lebih rendah ketimbang tahun 2020, 53,53 poin.
Dari peta indeks kualitas air yang dipaparkan Sigit Reliantoro, dengan kategori penilaianya, 0 <25 sangat buruk, 25<50 buruk, 50<70 sedang, 70<90 baik dan 90<100 sangat baik, ada sejumlah provinsi yang indeks kualitas airnya, berwarna kuning, dan ini antara lain; Jawa Barat dan Jawa Tengah derngan nilai indeks di bawah 50 poin.
Kendati demikian, Sigit menyebut, untuk beberapa Daerah Aliran Sungai, sebut saja Ciliwung, kini mutu airnya kian membaik. Dan ini terindikasi dengan mulai hidup kembalinya sejumlah binatang yang sebelumnya menjadikan Sungai Ciliwung menjadi habitatnya. “Kini kita sudah menemukan ada linsang, lobter biru, penyu air tawar dan beberapa jenis ikan langka lainnya,”kata Sigit.
Hanya memang, bila menilai dari status mutu air, kondisi yang sempat membaik di tahun 2020, teruatama disejumlah wilayah di Kabupaten Bogor, masuk kategori “hijau”, pada tahun ini, hanya disekitar titik pantau Mesjid At Ta’Awun yang hijau. Lainya, seperti Katu Lampa, Kedung Halang, dan Pondok Rajeg, kini sudah “biru”. Artinya, mengalami pencemaran sedang.
Sementara Indeks Kualitas Lahan (IKL) – yang merupakan gabungan dari Indeks tutupan lahan (IKTL) dengan indeks ekosistem gambut ( IKEG), pertumbuhannya dalam kurun 2 tahun terakhir, memang tidak banyak mengalami perubahan. Tingkat pertumbuhan nilai indeks kualitas ini, hanya bertumbuh 0,18 poin, dari 59, 54 poin menjadi 59,72 poin. Bertumbuh indek kualitas lahan, 0,18 poin ketimbang tahun 2020, lebih dipengaruhi nilai indek kualitas ekosistem gambut (IKEG) yang mencapai 68.00 poin. Atau naik 2,3 poin ketimbang tahun 2020.
Dalam peta yang dipaparkan Sigit Reliantoro, indeks kualitas lahan yang buruk, selain di Jawa, juga terdapat di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Dan Sigit menyebut, dari 34 provinsi, hanya 13 provinsi yang IKL- yang memenuhi target. Lainnya, 21 provinsi, tidak mencapai target. Sejumlah provinsi yang mengalami penurunan nilai IKL; Lampung, Jogjakarta, Jambi, Jawa Barat, Jakarta, Bali, NTB dan Jawa Tengah.
Dalam Refleksi akhir tahun itu, Sigit Reliantoro yang belum sepekan dilantik sebagai Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terus berupaya melakukan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Salah satunya melalui pemulihan kerusakan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Dan perkembangannya sangat mengembirakan, tidak hanya pada tingkat nasional tapi juga di provinsi maupun kabupaten dan kota. Perkembangan indeks kualitas lingkungan hidup nasional cenderung membaik, dari kurun waktu kewaktu.
Dijelaskan, indeks kualitas lingkungan hidup adalah nilai yang menggambarkan, kualitas lingkungan hidup dalam suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, yang merupakan nilai komposit dari indeks kualitas udara, indeks kualitas air, dan indek kualitas air laut serta indek kualitas lahan; dan indek kualitas lahan inui merupakan gabungan dari indek tutupan lahan dengan indek kualitas ekosistem gambut.
Suatu terobosan yang dilakukan Ditjen P2KL dalam upaya meningkatkan indeks kualitas lingkungann hidup, berkoordinasi dengan Ditjen Otonomi Daerah dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, mengajak Pemerintah Provinsi, kabupaten dan kota, untuk sama sama menetapkan target Indeks kualitas lingkungan hidup ini.
“Jadi target IKLH dibreakdown di masing masing pemerintah daerah, kita berkoordinasi dengan Ditjen Otonomi Daerah dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri untuk menggunakan Indikator target IKLIH itu sebagai salah satu indikator evaluasi kinerja pembangunan lingkungan hidup di daerah,” ungkap Sigit.
Sangat Mengapresiasi
Dikatakan, dari 34 provinsi, hanya Provinsi Maluku yang belum menetapkan target, dan dari yang sudh menetatapkan target ini, 28 provinsi diantaranya, sudah mencapai target. Sedangkan sisanya, belum mampu mencapai target dengan berbagai permasalahan lokalnya.
Adapun untuk tingkat kabupaten dan kota, dari 514 kabupaten dan kota, 50 kabupaten dan kota di antaranya, belum menetapkan target. Sementara yang sudah menetapkan target, 87 kabupaten dan kota, telah memenuhi target, 121 kurang dari target, dan sebanyak 256 lainnya, kini masih tahap verifikasi.
Dalam penilaian indek ini, Kementerian LHK telah menetapkan 5 kategori, yakni 0<25 dikategorikan sangat buruk, 25<50 buruk, 50<70 kategori sedang, dan 70<90 baik, serta sangat baik bila indeknya, dalam kisaran 90 hingga 100 poin.
Nah, dari 33 provinsi yang sudah menetapkan target, sebagian besar provinsi di luar Jawa, indeks kualitas lingkungang hidupnya, dalam kisaran 70<90. Sedangkan provinsi di Jawa, termasuk Lampung dan Jambi, dalam kisaran 50<70. Artinya, tingkat indek kualitas lingkungan hidup di Jawa , relative sedang.
Namun demikian, kata Sigit Reliantoro, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sangat mengapresiasi langkah yang telah di lakukan Provinsi DKI Jakarta, yang terus berbenah hingga indek kualitas lingkungan hidupnya cenderung membaik dari kurun waktu ke waktu. “ Kami sangat mengapreasiasi upaya upaya yang dilakukan Provinsi DKI dan sejumlah provinsi lainnya di Jawa yang terus berbenah meningkatkan IKLHnya,”kata Sigit.
Dalam kegiatan refleksi akhir tahun 2021 ini, hadir sebagai pembahas dalam acara refleksi ini Tri Joko Solihudin Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden, Dr. Irdika Mansyur Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Chay Asdak, MSc., PhD., I.B. Putera Parthama, PhD, Wakil Ketua Forum DAS Nasional – yang juga mantan Dirjen PDAS HL dan Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Keemnterian LHK.