Dukung Pemberdayaan Perkebunan Sawit Rakyat

Upaya GAPKI

Hanya saja dialam praktiknya program yang digagas pemerintah ini masih menghadapi beberapa kendala.

“Permasalahan itu antara lain masih tingginya tanaman sawit rakyat yang sudah memasuki masa peremajaan dan tingkat produktivitas yang rendah, padahal pemerintah mentargetkan PSR setiap tahun minimal 180 ribu hektare.”

“Dana PSR yang disediakan sebesar Rp30 juta hanya cukup untuk tanaman belum menghasilkan (TBM)1.”

“Lantas bagaimana dengan dana sampai TM1, sumber pendapatan pekebun selama tanaman belum menghasilkan?” tutur Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono.

Termasuk mengenai, legalitas lahan, khususnya kebun sawit yang diidentifikasikan masuk dalam kawasan hutan, lantraran terdapat lahan eks PIR dan eks Transmigrasi masuk dalam kawasan hutan.

Solusi Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) hanya untuk sawit rakyat yang kurang dari 5 hektare dan berdomisili di lokasi.

“Bagaimana diluar itu? Mengenai jual beli kapling/ganti pemilikan (eks PIR), bagaimana berkembangnya PKS tanpa kebun?” ucap Mukti.

Oleh sebab itu, GAPKI dalam mendukung PSR, dengan melakukan pembentukan Satuan Tugas Percepatan PSR GAPKI, yang melibatkan seluruh cabang GAPKI, dimana cabang melakukan assesment dan pemetaan  potensi lahan dan petani PSR di sekitar anggota, dan update perkembangan penanaman.

GAPKI menjadi anggota Pokja Penguatan Data dan Peningkatan Kapasitas Pekebun  Kemenko Perekonomian,kemudian aktif dalam koordinasi rutin untuk percepatan PSR dengan Kantor Menko Perekonomian, Direktorat Jenderal Perkebunan, BPDPKS dan lain-lain.

Memberikan masukan kepada pemerintah terkait kebijakan penyederhanaan proses pengajuan dan pembiayaan percepatan PSR dan lain-lain.

“Kami juga melakukan kerjasama dengan Asosiasi Petani/Pekebun dalam percepatan PSR, pengikatan kemitraan dengan MoU, focus group discussion, serta mengawal dan meng-update secara rutin Percepatan PSR anggota GAPKI melalui Rapat Pusat dan Cabang GAPKI,” ungkap Mukti.