Keharusan tanam bawang putih tidak efektif, Satgas Pangan harus Digerakan Lagi.

Firman Soebagio; Satgas Pangan perlu digerakan lagi agar kebijakan pangan bisa berjalan efektif.

TROPIS.CO – JAKARTA,  Politisi dari Partai Golongan karya  yang juga anggota Komisi IV DPR-RI menilai kebijakan  pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, mengharuskan importer bawang putih menanam bawang putih, minimal 5% dari  volume  impor, tidak efektif.

Karenanya, kata  Firman  Soebagio, politisi asal Jawa Tengah itu,  satuan tugas – Satgas pangan, perlu digerakan kembali untuk mengawasi berbagai kebijakan pemerintah berkaitan dengan pangan, termasuk bawang putih.

“Hasil pantau kami, kebijakan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, importer tidak menanam, hanya bagi bagi duit  kepada sejumlah kelompok  tani,”tandasnya.

Tak berjalan kebijakan ini,  Firman menyebut, lebih dikarenakan  kurangnya pengawasan. Sementara  importer  dengan memberi duit kepada petani, agar kewajiban menanam iu dilaksanakan petani, dianggap sudah melaksanakan kewajibannya.

Padahal importer  harus bertanggungjawab  penuh atas keberhasilan penanaman itu, hingga mendapatkan produksi bawang putih, minimal 5% dari volume impor.

“Ya.. kita desak  agar Satgas pangan untuk bergerak kembali, dan saya optimis di bawah kepemimpinan Kapolri yang sekarang, tugas ini bisa dilaksanakan optimal, sepengatahuan saya, kapolri sekarang sosok yang sangat tegas,”ujar Firman.

Dalam upaya menekan  volume impor bawang putih, pemerintah melalui Kementerian Pertanian,  memang telah “memaksa”  importer untuk menanam bawang putih, minimal 5% dari kuota impor. Dan kebijakan ini dituangkan di dalam Peraturan  Menteri Pertanian No 38 /2017.

“Sebenarnya misi pemerintah dalam kebijakan ini sangat baik dan visional,”kata Firman Soebagio,  agar kalangan importer bawang putih, secara bertahap berubah menjadi pengusaha tani bawang putih dengan mengoptimalkan  potensi lokal.  “Mereka bisa bekerjasama dengan para petani bawang putih agar produktivitas bawang putih petani bisa optimal,”tambah Wakil Ketua Badan Legeslatif DPR-RI itu lagi.

Bawang ptuih impor masih mendomionasi pasar bawang putih domestik, kewajiban tanam perlu diefektifkan.

Firman mengakui, bahwa kebijakan ini  terkesan kurang mendapat respon dari kalangan importer.  Dan ini wajar wajar saja,  karena umumnya pengusaha  tidak mau susah payah, ingin untung cepat dengan resiko yang rendah.  Mereka berusaha mendapat rente dalam importer pangan itu, dengan mengabaikan  misi pemerintah dalam ketahanan pangan nasional.

Karenanya,  pemerintah hendaknya tidak terpengaruh atas respon tersebut, dan terus melaksanakan kebijakan ini secara konsisten dengan melibatkan  satgas pangan sebagai lembaga control.   “Kita harus keluar dari tekanan tekanan pihak asing dalam  pemenuhan pangan  nasional, sedapat mungkin mulai mengurangi ketergantung impor,”katanya.

Kementerian Pertanian  menyebutkan memang tidak semua importer yang keberatan atas kebijakan ini.  Ada sejumlah importer  yang sudah merealisasikannya dengan melibatkan petani, seperti  Banyuwangi, Temanggung dan Lombok Timur.  “Dan mereka cukup berhasil,”tandas  Suwandi, saat masih menjabat Dirjen Hortikultura, kementerian Pertanian, beberapa waktu silam.

Persoalan bawang putih, memang bakal menjadi tanggungjawab Badan Pangan Nasional – Bapanas yang telah dibentuk berdasarkan  Perpers No 66/2021, teranggal 29 Juli 2021.  Selain bawang  putih, ada  8 pangan lainnya yang  bakal dikelola Bapanas, dalam hal  penstabilan harga dan stock.  Dan kedelapan pangan  itu, diantaranya,  beras, kedelai, jagung dan termasuk cabe.

Disarankan, bila Bapanas sudah berfungsi kebiajkan kewajiban  menanam, seperti bawang putih , juga diberlakukan  pada komoditas pangan lainnya.  Kebijakan ini sangat urgent, dalam upaya mengantisipasi krtisis pangan global, yang dipastikan bakal memberikan dampak langsung bagi rakyat Indonesia yang bermukim di negara kepulauan.