Paviliun Indonesia di GOP’26 Glasgow, Ajang Diplomasi Perubahan Iklim

Wamen Alue Dohon meresmikan pembukaan Paviliun Indonesia di COP'26 Glasgow, sebagai ajang diplomasi

JAKARTA, TROPIS.CO – Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong  meresmikan pembukaan  Paviliun Indonesia di Glosgow Skotlandia, Senin pagi waktu setempat.

Paviliun yang dirancang  sebagai forum  komunikasi, diplomasi dan pameran  berbagai kebijakan dan tindakan  Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim, sebagai bagian dari kegiatan Indonesia dalam ajang  COP’26 Glasgow  yang akan berlangsung hingga 12 Nopember mendatang.

Acara pembukaan selain dihadiri delegasi Indonesia pada ajang COP’26, juga diikuti secara virtual sejumlah pimpinan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.

Tampak hadir  Sekjen Bambang Hendroyono, Dirjen BKSDA  Wiratno,mdan Dirjen  Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan,  Bambang  Supriyanto, serta mantan  Menteri Lingkungan Hidup dan  Menteri Kelautan Perikanan, Sarwono Kusumaadmadja –yang kini menjadi staf khusus senior Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan, Siti Nurtbaya.

Di Jakarta,  sebagai upaya mengedukasi masyarakat dalam keterlibatannya mengatasi  perubahan iklim, juga diselenggarakan expo berbagai kebijakan dan tindakan pemerintah dan dunia usaha dalam  mewujudkan penurunan emisi gas rumah kaca.  Sekjen Bambang Hendroyono  bersama Sarwono Kusumaatmadja berkesempatan  melihat berbagai produk yang dipamerkan.

Sekjen Bambang Hendroyono bersama Staf khusus Menteri LHK, Sarwono Kusumaatmadja, usai mengahadiri peresmian paviliun Indonesia di COp’26 Glasgow secara virtual, berkesempatan meninjau pameran perubahan iklim di Auditorium Soerdjarwo, Manggala wanabakti, Jakarta.

Dalam sambutan pembukaan, Wamen Alue Dohong mengatakan, perubahan iklim sekarang mempengaruhi  negara di setiap benua. Sehingga  telah  mengganggu ekonomi nasional dan mempengaruhi kehidupan, merugikan orang, masyarakat dan negara.

Pola cuaca yang cepat berubah dan cenderung  ekstrim, hingga air lautpun naik ke pemurkaan yang mengakibatkan kian menipisnya  emisi gas rumah kaca, bahkan kondisi sekarang, berada pada tingkat tertinggi dalam sejarah.

Dampak dari pemanasan global  menurut Wamen Alue Dohong,  memang tidak sebatas hari ini, melainkan juga hari esok.  Andaikata kondisi ini  tanpa ada tindakan, sangat diyakini  peningkatan suhu permukaan rata-rata dunia akan melampaui 3 derajat celcius pasa  abad ini.

Kondisi ini sangat rentan bagi masyarakat miskin  dan penduduk perkotaan. Cuaca ekstrim bakal berdampak langsung terhadap kesehatan penduduk,  peningkatan konsumsi energy, dan ketersedian  air bersih.

Karenanya,  bentuk solusi yang ditawarkan adanya perencanaan  struktur kota yang mampu  mendukung  ketahanan wilayah, focus pada alam dan sebagai solusi berbasiskan ekosistem.  Dan ini mencakup, sistem  pengelolaan konservasi, restorasi ekosistem.

Pada saat ini  aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, kata  Wamen Alue Dohong, lebih diperhatikan pada dimensi lokal dan regional, walau dampak  perubahan  iklim ini dirasakan secara global.  Sumber  penyebab pemanasan global itu berawal  dari tingkat lokal, hingga strategi penanganannya diawali dengan aksi lokal di pemerintahan  regional, kemudian  ke nasional dan  naik ketingkat international dalam upaya mitigasi dan adaptasinya.

“Persepsi yang berkembang tentang perubahan iklim juga semakin mengarah pada masyarakat untuk menciptakan strategi adaptasi  yang memberikan manfaat nyata  untuk penduduk, “ kata Wamen Alue Dohong.