Anton Abdul Mutholib dalam Gerakan Petani Hutan Gunung Balak

Kekuatan kelembagaan sdangat menentukan suksesnya program pelestarian klingkungan hidup dan kehutanan, KTH Agromulyo binaan Anto Abdul Mutholib, dapat dijadikan contoh memperkuat jkelembagaan.

TROPIS.CO, JAKARTA – Anton Abdul  Mutholib sosok yang menjadi pionier dalam mempercepat pergerakan ekonomi masyarakat di kawasan hutan lindung Gunung Balak. Dengan inovasinya mengembangkan tanaman alpukat Siger1, Desa Giri Mulyo bertabur  rupiah hasil penjualan  bibit alpukat. Tekadnya menjadikan  alpukat menjadi buah nasional  bukan buah Bangkok.

Sekelompok anak muda berkaos hitam” Petani muda kereen” duduk bareng di pendopo Kelompok Tani Hutan Agromulyo Lestari. Mereka baru saja mengikuti pelatihan fotograpi. Dan juga cara penggunaan perangkat IT pada perangkat handphonenya masing masing.

Program ini merupakan suatu agenda kelompok tani hutan. Kabarnya sudah berlangsung berulangkali. Sebagai program yang dirancang Anto Abdul Mutholib agar anggota kelompok menguasai IT, paling tidak bisa mengambil objek foto yang menarik, dan kemudian mengesharenya ke publik.

Dan ini sengaja digagas Anto, Ketua KTH Agromulyo Lestari, agar kelompoknya bisa menyebarkan dan mempromosikan berbagai hasil pertanian yang dikembangkan kelompok taninya. Terutama tanaman alpukat Siger yang dalam beberapa  tahun terakhir lagi naik daun.

Belakangan alpukat Siger 1, memang lagi favorit banget. Bibit hasil steknya sudah menyebar hampir di seluruh pelosok. Lantaran bentuk buah yang panjang, besar. Beratnya bisa berkisar 5 hingga 8 one satu buah, alpukat ini menjadi gunjingan di kalangan masyarakat tani. Sehingga tak aneh bila kemudian, hanya dalam masa 1,5 tahun, sekitar 300 ribu bibit alpukat asal Girimulyo, telah beredar di seantero negeri.

Banyak keunggulan lain dari alpukat siger 1 yang kini tengah dirilis dengan panggilan “Ratu Puan”. Rasanya .juga mantap. Gurih banget dan bisa dimakan tanpa dijus. Ngupas kulitnya bisa seperti ngupas kulit pisang. Konon, walau kandungan gulanya tinggi namun ketika dimakan tidak terlalu manis, hingga tidak mengundang diabet. Mengapa ? lantaran kandungan sukrosanya sedikit.

Anto Abdul Mutholib penggerak percepatan ekonomi desa Giri Mulyo, melalui kTH Agromulyo yang dipimpinnya, kini Anto mampu menyulap ekonomi desda Giri mulyo hingga bergerak cepat

Setidaknya itu yang dikatakan Erna peneliti dari peneliti BPPT Lampung saat bertandang ruang kerja Kepala Balai DAS RH Sei Seputih Sei Sekampung, Lampung, Idi Bimantoro.  Kata Erna, daging buah alpukat siger1 ini, kuning bersih hingga memang spesifik. Hasil analisis BPPT, seratnya tinggi hingga sangat baik untuk pencernaan.

Lantas siapa di belakang  berkibarnya alpukat siger1?  Tersebutlah sosok Anto Abduk Mutholib.  Alumni  dari salah satu perguruan tinggi swasta di Jogjakarta, inilah dipertengahan tahun 2000, saat pulang kampong,  membawa segudang cita cita dan “mimpi”, membangun ekonomi desa berbasiskan potensi pertanian lokal. Dia yang kemudian  disebut sebut sebagai “penyulap” ekonomi masyarakat tani Girimulyo, melalui KTH Agromulyo Lestari.

Bagi  Anto, tanaman jagung, kopi, pisang dan kayu sengon, dapat dikatakan tanaman tradisional bagi masyarakat Girimulyo. Sosok Anto tak menampik, ekonomi jagung, kopi dan pisang inilah yang mengantarkannya kembali ke tanah Jawa, dan membiayai hingga usai kuliah.

Berbagai jenis tanaman ini, masih terjaga terpelihara dan masih menjadi sumber ekonomi masyarakatnya, hingga dia pulang kampong.  Bahkan sampai saat ini, ekonomi jagung, kopi dan pisang masih mendominasi pekarangan dan lahan garapan masyarakat Girimulyo. Namun tentu baginya, tak cukup hanya dengan tanaman tradisionil itu, perlu ada tanaman yang mampu menjadi pendongkrak ekonomi, agar masyarakat lebih bergairah.

Berbekal ilmu dan pengalaman yang didapat dari tanah Jawa, Anto Abdul Mutholib, mengamati pergerakan pertumbuhan ekonomi di desanya, bahkan di desa tetangga, kendati berjalan lancar, namun terkesan datar. Sehingga tersirat di benaknya untuk melakukan terobosan demi mempercepat pertumbuhan ekonomi desanya.

Sembari ingin membuyarkan istilah “Bangkok” pada beberapa jenis buah buahan di Indonesia, suatu tekad yang hendak digapai sosok Anto Abdul Muntholib. Dengan kelompok tani hutan Agromulyo Lestari, lelaki berusia 46 tahun ini sejak belasan tahun nan silam, telah merintis pengembangan tanaman alpukat di lokasi pemukimanya, Desa Girimulyo, dalam kawasan hutan Lindung Gunung Balak, Lampung Timur.

Wartawan TROPIS saat bertandang ke lokasi perkebunan alpukat milik KTH Agromulyo..

Dengan maraknya buah buahan dengan istilah Bangkok, durian bangkok, lengkeng bangkok, bahkan ada juga istilah ayam bangkok, cenderung mengesankan Indonesia tidak memiliki potensi buah buahan yang berkualitas. Sehingga semuanya harus Bangkok.

Gambaran seperti inilah yang menjadi tantangan Anto bersama anggota kelompoknya, bagaimana menciptakan produk buah buahan asli Indonesia yang berkualitas tinggi dan disenangi masyarakat dunia. Dan itu bukan suatu yang tak mungkin, masyarakat Girimulyo kini tengah merintis untuk membuktikannya

Langkah yang dilakukan, mengajak masyarakat menanam alpukat. Ini dilakoni Anto sejak 2009. Namun tidak mendapat respon. Tapi Anto tidak berhenti, terus mengajak. Baru beberapa tahun kemudian, mulai ada yang tertarik. Tidak banyak, tapi bisa dijadikan contoh untuk masyarakat lainnya.

Dan ini yang membuat daya tarik Idi Bimantoro, Kepala Balai DASRH Sei Seputih Sei Sekampung, Lampung untuk mengembangkan lebih pesat lagi. Tak sia sia, dalam kurun 1,5 tahun terakhir, lebih dari 300 ribu bibit alpukat berhasil oleh masyarakat .

Tak sebatas itu, ada mimpi lain yang hendak digapai Anto Abdul Mutholib. Bersama kelompoknya, dia berkeinginan kuat menjadikan Girimulyo sebagai Taman Alpukat Dunia.

Melihat potensi yang ada, semangat masyarakat yang sangat tinggi, iklim dan lingkungan yang memungkinkan, tentu keinginan itu, bukan suatu yang mustahil. Kemauan dan kemampuan itu sudah tampak dalam kurun 2 tahun terakhir.

Ditopang gerakan yang dilancarakan kelompok ” Pemuda Tani Keren” semangat masyarakat Girimulyo dan desa desa lain di sekitar kawasan Gunung Balak, menanam alpukat sangat antusias. Dan hampir setiap rumah memiliki pembibitan alpukat.

Adapun alpukat yang dikembangkan jenis lokal Girimulyo yang dalam tempo 3 tahun sudah berproduksi. Produktivitasnya tinggi, bisa mencapai 30 hingga 100 kg untuk panen pertama. Dan bila menurut Idi Bimantoro, Kepala Balai PDASRH Sei Seputih Sei Sekampung, pada panen tahun tahun berikutnya bisa mencapai 200 kg, bahkan 1,2 ton disaat panen tahun kesepuluh.

binit alpukat anggota KTH Agromulyo

Pengembangan alpukat yang rintis Anto dan kini dalam binaan PDASRH Sei Seputih Sei Sekampung,Lampung ini, telah memberikan kontribusi nyata dalam menggerakan ekonomi masyarakat, dan belakangan telah menjadi income utama masyarakat, selsin kopi, jagung dan tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu – HHBK lainnya.

Dalam kurun satu setengah terakhir, duit yang masuk ke wilayah Girimulyo dan sekitarnya, dari tanaman alpukat diperkirakan tak kurang dari Rp 7,5 milyar. Duit sebesar ini berasal dari hasil dari penjualan bibit alpukat yang diperkirakan telah mencapai 300 ribu batang lebih.

Artinya dengan geliat yang luar biasa ini, Girimulyo menjadi produsen alpukat utama di Indonesia, sudah di depan mata. Optimisme kesuksesan sangat tinggi. Terlebih dengan adanya binaan pemerintah, diawali BPDASRH Sei Seputih Sei Sekampung.

Beda dengan tahun tahun sebelumnya. Keinginan masyarakat menaman alpukat sangat rendah. Mereka lebih senang bertanam jagung, kopi dan singkong. Wajar karena jaminan pasarnya memang sudah ada.

Lagi pula mereka belum mengetahui keuntungan yang akan diperoleh dari tanaman alpukat. Baru belakangan ini mereka tahu, bahwa alpukat bisa memberikan keuntungan berlipat ganda.

Dalam hitungan Idi Bimantoro, dengan asumsi produksi perpohon rata rata 200 kg, dan dalam 1 hektar 400 pohon, lalu harga jual terendah Rp 10.000/kg, paling tidak Rp 800 juta sekali panen. Sementara tanaman alpukat bisa panen 2 kali dalam setahun. (Usmandie A Andeska)