Uni Eropa Tidak Objektif Menilai Deforestasi di Indonesia

Meskipun serangan terhadap industri kelapa sawit nasional sangat terasa, tampak ada dikotomi antara kelapa sawit sebagai produk pangan di satu sisi dan produk energi di sisi lain. Foto: Forest News
Meskipun serangan terhadap industri kelapa sawit nasional sangat terasa, tampak ada dikotomi antara kelapa sawit sebagai produk pangan di satu sisi dan produk energi di sisi lain. Foto: Forest News

TROPIS.CO, JAKARTA – Sebagai bagian dari masyarakat global, kondisi hutan Indonesia selalu menjadi sorotan. Sayangnya, negara-negara asing seringkali tidak objektif dalam menilai deforestasi.

Perspektif yang kental dengan kepentingan perang dagang itu merugikan industri kelapa sawit nasional. Demikian salah satu kesimpulan yang dari webinar “The fact of Indonesian Deforestation’s Rate” yang diselenggarakan INAPalmoil Talkshow, Rabu (8/9/2021).

Keberpihakan Uni Eropa bahkan sudah terwujud dalam bentuk kebijakan yang mengancam perdagangan. European Green Deal (EGD), misalnya. Kesepakatan ini memimpikan negara-negara Uni Eropa di tahun 2050 sudah mencapai net zero emission.

“Apakah ini semata-mata karena mereka mencita-citakan lingkungan yang ideal atau karena diskriminasi, atau proteksionisme?” kata Andri Hadi, Duta Besar Republik Indonesia untuk Belgia Luxemburg, dan Uni Eropa ketika menjadi salah satu pembicara diskusi.

“Beberapa negara yang kepentingannya di pasar Eropa terancam, menurutnya, sudah bersiap-siap mengajukan gugatan ke WTO. Ini akan ramai,” lanjutnya. Pertanyaan seperti itulah yang juga sering ia ajukan pada pemerintah negara-negara Uni Eropa.

Seperti banyak negara lainnya, Indonesia pun akan terkena dampak EGD. Sektor kelapa sawit salah satu yang terpengaruh.

Baca juga: Tak Ada Kaitan Deforestasi dengan Kelapa Sawit