Pengakuan Hak Masyarakat Adat Dalam Keadilan Pembangunan

Perkembangan Regulasi

Mengupas lebih dalam tentang legalitas masyarakat adat, Rikardo Simarmata, Pakar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada (UGM) mengakui bahwa sudah ada perkembangan regulasi peraturan perundang-undangan terkait dengan hak masyarakat adat, sejak masa Orde Baru hingga masa kini.

“Saat ini semakin banyak ketentuan-ketentuan yang mengatakan pengakuan pemerintah terhadap hak ulayat.”

“Sayangnya, masih terdapat kesenjangan antara perbaikan regulasi dengan perilaku praktik penyelenggara negara di lapangan,” kata Rikardo, merujuk hak ulayat pada kewenangan masyarakat adat terhadap penguasaan tanah mereka.

Menurut Rikardo penyebab kesenjangan itu di antaranya terjadi karena masih banyak stereotype dari penyelenggara negara tentang masyarakat adat yang terbelakang dan tidak terdidik.

Kedua, adanya pandangan bahwa masyarakat adat akan berkembang linear dan harus dimodernisasi.

Ketiga, terdapat budaya yang tidak terbiasa dengan komitmen yang disepakati pada peraturan tertulis.

Keempat, adanya kepentingan pribadi dari penyelenggara negara yang terganggu dengan aturan yang lebih baik dari masyarakat adat yang disebabkan oleh perilaku koruptif.

Kelima, terdapat elit dan pihak perantara yang selama ini diuntungkan oleh regulasi, sehingga tidak senang dengan perubahan.

Keenam, hambatan dalam menyosialisasikan regulasi dan kebijakan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Kendati demikian, Rikardo mengatakan perkembangan implementasi dari sejumlah regulasi terkait masyarakat adat tetap perlu diapresiasi.

Semisal, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tahun 2015 yang mengakomodir definisi baru bagi ‘hutan adat’ yang tidak hanya diakui sebagai hutan negara.

Catatannya menyebut saat ini, terdapat 56.903 hektare yang diakui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK) sebagai hutan adat yang tidak berlokasi di kawasan hutan negara.

Selain itu, sebanyak 900 ribu hektare sedang dicadangkan untuk dijadikan kawasan hutan adat.

“Jumlah ini masih kecil dibandingkan dengan masih banyaknya masyarakat yang tinggal di hutan dan sekitarnya.”

“Saya harap ke depannya, semua bentuk regulasi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan masyarakat adat bisa lebih efektif untuk mengakomodir hak-hak masyarakat yang hidup di hutan dan sekitarnya,” pungkas Rikardo. (*)