Penyidik Gakkum KLHK Ringkus Cukong Kasus Kayu Sonokeling Ilegal

GC merupakan pemodal atau cukong dari kasus pembalakan liar di kawasan Hutan Lindung Way Waya Register 22, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Foto: KLHK
GC merupakan pemodal atau cukong dari kasus pembalakan liar di kawasan Hutan Lindung Way Waya Register 22, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Penyidik Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 27 Juli 2021, menahan GC (52) yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Penyidik KLHK dan merupakan pemodal atau cukong dari kasus pembalakan liar di kawasan Hutan Lindung Way Waya Register 22, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung.

GC, warga negara Indonesia yang sebelumnya adalah warga negara Rusia dan tinggal lebih dari 20 tahun di Indonesia, saat ini ditahan di Cabang Rumah Tahanan Polda Jawa Tengah.

Dalam kasus sonokeling ilegal ini, selain GC, ada dua pelaku lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu yaitu NT (37) dan JI (31).

Yazid Nurhuda menjelaskan bahwa berkas hasil penyidikan sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Lampung.

“Pendalaman kasus ini membawa kami kepada pemodalnya yaitu GC.”

“Penetapan GC sebagai tersangka merupakan hasil kerja keras tim penyidik Gakkum KLHK selama kurang lebih satu bulan,” ungkap Direktur Penegakan Hukum Pidana Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK, Yazid Nurhuda, dalam keterangan persnya, Kamis (29/7/2021).

“GC ditangkap di Semarang setelah penelusuran selama sebulan.”

“GC ditetapkan sebagai tersangka setelah proses pemeriksaan selama 14 jam oleh penyidik Gakkum KLHK didampingi Korwas PPNS Polda Jateng, di Pos Pelayanan Pengaduan Gakkum, Semarang,” tutur Yazid.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Gakkum KLHK menjerat GC dengan Pasal 78 Ayat 5 Jo. Pasal 50 Ayat 2 Huruf c dan/atau Pasal 78 Ayat 6 Jo. Pasal 50 Ayat 2 Huruf d, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Jo. Paragraf 4 Kehutanan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Jo. Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.