Sekitar 2768 Desa Jadi Ilegal Karena Berada di Kawasan Hutan

Peluang BUMDes

Dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 sebagai lanjutan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 itu, pemerintah telah memberikan peluang besar kepada BUMDes dalam memanfaatkan potensi sumber daya hutan, berikut pengolahan dan pemasaran hasil hutan.

Namun setiap institusi  dalam  pemanfaatan potensi itu, harus mengantongi perizinan berusaha.

“Nah, pada saat mengajukan perizinan berusaha inilah, BUMDes bakal terbentur dengan berbagai persyaratan karena  posisinya berada di dalam kawasan hutan.”

“Tentu tak bakal mudah bagi BUMDes itu memenuhi persyaratan tersebut,” tutur Petrus Gurnarso, aktivis Jejaring Relawan Rimbawan.

Dia menyebutkan, ada peluang yang kemungkinan bisa didekati dalam menyelesaikan kasus desa di dalam kawasan hutan ini melalui Program Perhutanan Sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Sayang, walau sudah hampir dua tahun Presiden Joko Widodo memberikan komitmen dalam pelaksanaannya, tapi perkembangannya terkesan lamban. “

“Walau begitu hal ini harus dimaklumi karena adanya kondisi pandemi hingga membuat berbagai kegiatan menjadi terbatas,” papar Petrus.

Dalam program Perhutanan Sosial, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengalokasikan areal kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan serta menjadikan 4,2 juta hektare lahan pemukiman masyarakat, termasuk di dalam kawasan hutan, sebagai tanah objek reforma agraria (TORA).

Diperjelas oleh Petrus bahwa dari sekitar 2768 desa di dalam kawasan  hutan itu, sekitar 543 desa ada di Kalimantan Tengah.

Di Lampung, tercatat banyak desa yang masih berada di hutan lindung dan hutan produksi. (*)