Yayasan IDH dan PT Asal Jaya Bantu 15 Ribu Petani Kopi di Kabupaten Malang

Petani kopi yang mencakup empat kecamatan yakni Ampel Gading, Sumber Manjing Wetan, Tirtoyudo, dan Dampit (Amstirdam) di Kabupaten Malang mendapat bantuan Yayasan IDH dan PT Asal untuk meningkatkan produktivitas kopi mereka. Foto: Yayasan IDH
Petani kopi yang mencakup empat kecamatan yakni Ampel Gading, Sumber Manjing Wetan, Tirtoyudo, dan Dampit (Amstirdam) di Kabupaten Malang mendapat bantuan Yayasan IDH dan PT Asal untuk meningkatkan produktivitas kopi mereka. Foto: Yayasan IDH

TROPIS.CO, JAKARTA – Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) bekerja sama dengan perusahaan eksportir kopi nasional PT Asal Jaya membantu 15.000 petani kopi di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, untuk meningkatkan produktivitas kopi mereka.

Program dimulai pada 2016 hingga awal 2021 mencakup empat kecamatan yakni Ampel Gading, Sumber Manjing Wetan, Tirtoyudo, dan Dampit  (Amstirdam).

“Pada awalnya, kami melihat sistem budi daya kopi di empat kecamatan tersebut dilakukan dengan cara konvensional karena keterbatasan ilmu pengetahuan mulai dari pengelolaan lahan, teknik memetik kopi, dan pemasaran.”

“Masing-masing petani melakukan dengan cara yang berbeda sehingga kopi yang dihasilkan tidak maksimal dan kualitasnya tidak seragam” kata Melati, Program Manager Commodities and Intact Forest Yayasan IDH, dalam Webinar “Pembelajaran dari Program Pengembangan Produktivitas Kopi di Malang, Jawa Timur” yang digelar Yayasan IDH, Kamis (8/7/2021).

Melati menjelaskan pendekatan yang digunakan adalah pembangunan ekosistem terintegrasi di level kelompok petani kopi, yaitu pembentukan organisasi kelompok tani dan pelatihan serta kegiatan nyata di lapangan melalui kebun percontohan atau demo farm.

Model tersebut dapat direplikasi kelompok tani dengan mengembangkan intercropping atau sistem tumpang sari, seperti menanam vanila, jahe, pisang, termasuk ternak lebah yang menghasilkan madu dan mempercepat penyerbukan kopi, juga ternak kambing dimana limbahnya jika dicampur dengan sisa kulit kopi dapat diolah menjadi pupuk untuk menghasilkan bibit kopi berkualitas.

“Diharapkan dengan pengembangan ekosistem ini selain akan mendapatkan biji kopi yang berkualitas tinggi.”

“Petani kopi juga mendapatkan penghasilkan tambahan untuk menghadapi fluktuasi harga kopi dan perubahan iklim dari hasil kebun non kopi, pengelolaan pupuk dan bibit kopi, penjualan madu dan hasil ternak kambing yang dikembangkan,” ujar Melati.

Baca juga: Dampak Positif Praktik Sistem Wanatani Kopi