Food Estate dan Strategi Ketahanan Pangan Lokal

Keberlanjutan dan Keberdayaan

Sementara pakar makanan dan nutrisi, Mulia Nurhasan, menambahkan dua aspek ketahanan pangan baru yang diusulkan para pakar ketahanan pangan dan gizi dalam High level panel of experts on food security and nutrition (HLPE) 2020, yakni sustainability (keberlanjutan) dan agency (keberdayaan).

Mulia mengatakan keberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan sangat penting untuk memastikan pemenuhan hak-hak masyarakat lokal dalam mengembangkan sistem pangannya sendiri.

“Konsep food estate tidak dapat menjamin aspek ketahanan pangan dari segi aksesibilitas dan kebermanfaatan, karena akses terhadap pangan beragam yang kaya akan zat gizi mikro bagi masyarakat lokal di tempat food estate digarap, bisa jadi malah terhambat.”

“Apalagi dalam menjamin dua aspek ketahanan pangan tambahan, yaitu keberlanjutan dan keberdayaan,” ungkap Mulia.

Dia menambahkan, selain karena kecenderungan terhadap satu atau beberapa komoditas tertentu, food estate juga mendorong terjadinya pembukaan lahan yang besar-besaran.

“Ada risiko penurunan asupan gizi dari makanan yang dikonsumsi masyarakat lokal, yang biasanya mudah di akses dari hutan dan lingkungan sekitar mereka,” ujar Mulia.

Beberapa hasil studi Center for International Forestry Research (CIFOR) menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di perhutanan lebih banyak mengkonsumsi sayur, dan ikan, sementara untuk daerah dengan deforestasi tinggi lebih banyak konsumsi pangan olahan dan minuman manis.

“Tingginya konsumsi pangan olahan, khususnya pangan ultra proses dan minuman manis dapat menyebabkan naiknya angka penyakit tidak menular, seperti diabetes, darah tinggi, stroke, dan lainnya,” jelasnya.

Oleh karenanya, program ketahanan pangan dan gizi harus memiliki kesesuaian dengan kebutuhan dan potensi pangan dan gizi di tiap-tiap wilayah, sehingga mampu menjaga keberlanjutan produksi lokal.

“Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan pangan yang top down, sekaligus menghindari fokus yang berlebihan pada produksi beras.”

“Kebijakan pangan yang mempertimbangkan keberdayaan masyarakat lokal dan mengedepankan desentralisasi sistem pangan, bisa meningkatkan ketahanan pangan dan gizi secara berkelanjutan,” pungkas  Mulia. (*)