Berpeluang untuk Ekspor dan Biodiesel, Regulasi Minyak Jelantah Harus Dibuat

Dampak Negatif

Rita Endang, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI menyatakan minyak jelantah memiliki kandungan yang berdampak negatif terhadap kesehatan karena mengandung komponen hasil degradasi yang berdampak pada kesehatan.

Namun demikian, minyak jelantah adalah limbah produksi dan bukan pangan sehingga pengawasannya tidak menjadi tupoksi BPOM.

“Kami telah melakukan pengawasan post-market dilakukan terhadap minyak goreng sawit, baik di sarana produksi maupun di peredaran.”

“BPOM melakukan sampling secara khusus terhadap produk minyak goreng sawit dengan syarat merujuk pada SNI 7709:2019,” tutur Rita.

Ia sepakat apabila dibutuhkan koordinasi lintas sektor untuk mendorong tersedianya regulasi yang mengatur limbah dan tata niaga limbah minyak goreng sawit.

Sementara Prof. Erliza Hambali menuturkan pada 2007 dirinya telah membuat penelitian untuk menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel.

Saat itu, digunakan sebagai bahan bahan bakar campuran bagi Bus Transpakuan.

Dari pasokan 1,6 juta kiloliter minyak jelantah mencukupi 32 persen produksi biodiesel Indonesia.

Keunggulan lain adalah hemat biaya produksi 35 persen dibanding biodiesel dari CPO biasa dan mengurangi 91,7 persen emisi CO2 dibandingkan solar biasa.

Selain biodiesel, minyak jelantah dapat dimanfaatkan untuk biodiesel melainkan juga bahan bakar lampu minyak, aroma terapi, pupuk untuk tanaman, pakan unggas, sabun cuci tangan dan cuci piring, serta cairan pembersih lantai.

Acara ini diselenggarakan oleh GIMNI dan Majalah Sawit Indonesia dengan dukungan penuh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS).

Kegiatan dibuka oleh Dr. Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Adapun sambutan dari Eddy Abdurrachman, Direktur Utama BPDPKS dan Bernard Riedo, Ketua Umum GIMNI.

Pembicara Webinar ini adalah Sahat Sinaga (Direktur Eksekutif GIMNI), Susy Herawati (Sesditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan), Rita Endang (Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawasan Obat dan Makanan), dan Prof. Erliza Hambali (Guru Besar IPB University). (*)